Kamis, 15 Mei 2014

Review: Perempuan di Titik Nol (Novel Nawal el-Saadawi)

perempuan di titik nol - women at point zero - nawal el-saadawi


Judul: Perempuan di Titik Nol (Women at Point Zero)
Penulis: Nawal el-Saadawi
Penerjemah: Amir Sutaarga
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan: Ke-10 (Juni, 2010)
Tebal: xiv + 156 halaman
Ukuran: 11 x 17 cm

“Saya tahu bahwa profesi saya telah diciptakan oleh lelaki, dan bahwa lelaki menguasai dua dunia kita, yang di bumi ini dan yang di alam baka. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka denga harga tertentu, dan bahwa tubuh paling murah dibayar adalah tubuh sang isteri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur yang bebas daripada menjadi seorang isteri yang diperbudak.”

Novel Perempuan di Titik Nol bercerita tentang Firdaus, seorang pelacur sukses yang kini menunggu hukuman mati di Penjara Qanatir karena telah membunuh seorang laki-laki. Ia menolak semua pengunjung dan tidak mau berbicara dengan siapa pun. Ia biasanya tidak menyentuh makanan sama sekali dan tidak tidur sampai pagi hari. Ia bahkan menolak menandatangani permohonan keringanan hukum dari hukuman mati menjadi hukuman kurungan. Ia telah benar-benar siap untuk mati. Lalu, kepada seorang peneliti, ia akhirnya mau menceritakan kisah hidupnya, sebelum ia diseret untuk hukuman mati.
Firdaus lahir dari keluarga miskin, parahnya, ayahnya merupakan seeorang egois pemarah yang hanya memikirkan perutnya sendiri. Firdaus, saudara-saudaranya, dan ibunya tak lebih dari para budak bagi ayahnya. Saudara-saudara Firdaus satu demi satu meniggal karena kelaparan.
Pengalaman seksual Firdaus dimulai sejak ia masih anak-anak, yaitu dengan teman bermainnya di ladang bernama Muhammadain. Orang kedua ialah pamannya, yang kerap menggerayangi tubuhnya.
Paman Firdaus kuliah di Kairo, ketika ayah dan ibu Firdaus juga meninggal, ia membawa Firdaus ke Kairo dan menyekolahkannya. Paman Firdaus menikah dengan puteri gurunya ketika Firdaus memasuki sekolah menengah. Tanpa Firdaus ketahui mengapa, suatu hari Paman dan isterinya marah kepadanya. Akhirnya Firdaus dimasukkan ke asrama sekolah.
Firdaus merupakan murid yang cerdas. Ia rajin membaca. Hingga kemudian ia lulus dari sekolah menengah dan pamannya membawanya pulang. Namun tak mungkin bagi pamannya untuk menyekolahkannya ke perguruan tinggi, atau mencarikannya pekerjaan hanya dengan modal ijazah sekolah menengah.
Isteri pamannya, yang tidak suka dengan keberadaan Firdaus di rumah mereka, mengusulkan untuk mengawinkan Firdaus dengan pamannya yang duda, Syeikh Mahmoud. Firdaus kemudian menjadi isteri Syeikh Mahmoud, seorang tua berumur enam puluh tahun lebih yang di dagunya terdapat bisul yang selalu mengeluarkan aroma busuk.
Hidup Firdaus jauh lebih tersiksa ketika menjadi isteri Syeikh Mahmoud. Syeikh Mahmoud suka memukulinya sampai berdarah hanya karena masalah sepele. Akhirnya Firdaus kabur dari rumah Syeikh Mahmoud, dan bertemu seorang lelaki bernama Bayoumi yang bersedia menampungnya. Mereka bercinta, dan Bayoumi tak pernah memukulnya. Sampai kemudian mereka bertengkar, Bayoumi memukul Firdaus dengan begitu keras, di wajah dan perut. Firdaus pingsan.
Bayoumi mengurungnya di sebuah kamar. Setiap malam Bayoumi ‘menindih’-nya, dan Firdaus hanya bisa terpejam tanpa bisa merasakan apa-apa. Kemudian bukan hanya Bayoumi yang ‘menindih’-nya, tapi juga teman-teman Bayoumi. Beruntung pada suatu hari tetangganya melihatnya lewat kisi-kisi pintu. Tetangganya itu menolongnya, dan ia akhirnya bisa keluar dari rumah Bayoumi.
Firdaus kemudian bertemu Sharifa, perempuan yang memberinya tempat tinggal yang nyaman, kamar yang wangi, kasur yang lembut, dan pakaian yang indah. Juga, para lelaki yang datang secara bergantian, yang ‘kuku-kukunya pun bersih dan putih, tidak seperti kuku Bayoumi, yang hitam seperti gelapnya malam, juga tidak seperti kuku Paman dengan tanah di bawah ujung kukunya’. Firdaus tidak sadar, bahwa dirinya telah dimanfaatkan Sharifa untuk menghasilkan uang. Salah seorang lelaki yang mendatangi kamarnya itulah yang kemudian menyadarkannya. Sekali lagi, Firdaus kabur dari tempatnya tinggal.
Waktu itu tengah malam. Di luar, seorang polisi ‘memakai’-nya dengan iming-iming satu pon serta ancaman dibawa ke kantor polisi jika menolak. Setelah polisi itu meninggalkannya tanpa memberinya uang satu pon yang telah dijanjikan, hujan turun. Kemudian seorang lelaki bermobil menawarkan tumpangan. Lelaki itu membawa Firdaus ke rumahnya yang mewah, memandikannya, dan menidurinya. Pagi harinya, saat Firdaus akan pergi, lelaki itu memberinya sepuluh pon. Uang pertama yang ia hasilkan dari ‘pekerjaan’-nya.
Berkat sepuluh pon itu, keberanian dan kepercayaan diri Firdaus mulai tumbuh. Ia mulai berani menolak dan memilih lelaki yang diinginkannya, dan memasang harga yang mahal atas tubuhnya. Firdaus merasa memiliki kebebasan, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan selama dua puluh tahun hidupnya. Ia kemudian menjadi pelacur yang sukses, yang memiliki sebuah apartemen, seorang koki, seorang ‘manajer’, rekening bank yang terus bertambah, waktu senggang untuk bersantai atau jalan-jalan, serta kawan-kawan yang ia pilih sendiri.
Lewat diskusinya dengan salah seorang kawan, Firdaus mulai mengerti arti “tidak terhormat”, dan terus memikirkannya. Hidupnya lalu berubah drastis lewat sepatah kalimat pendek itu.
Dengan ijazah sekolah menengah serta kesungguhannya, Firdaus mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan industri besar. Karena gajinya yang kecil, ia hanya bisa menyewa sebuah bilik kecil tanpa kamar mandi di sebuah gang kumuh. Di perusahaan tempat ia bekerja, terjadi kesenjangan yang lebar antara karyawan berpangkat tinggi dan karyawan rendahan. Banyak karyawati yang merelakan tubuh mereka pada para atasan agar lekas naik pangkat atau agar tidak dikeluarkan. Namun Firdaus tidak akan menghargai dirinya semurah itu, terlebih karena pengalamannya yang biasa dibayar dengan harga sangat mahal. Tidak seorang pun di perusahaan itu yang bisa menyentuhnya.
“Saya menyadari bahwa seorang karyawati lebih takut kehilangan pekerjaan daripada seorang pelacur akan kehilangan nyawanya. Seorang karyawati takut kehilangan pekerjaannya dan menjadi seorang pelacur karena dia tidak mengerti bahwa kehidupan seorang pelacur menurut kenyataannya lebih baik dari kehidupan mereka. Dan karena itulah dia membayar harga dari ketakutan yang dibuat-buat itu dengan jiwanya, kesehatannya, dengan badan, dan dengan pikirannya. Dia membayar harga tertinggi bagi benda-benda yang paling bernilai rendah.”
Karena jual mahalnya itulah, para penguasa perusahaan itu justru mempertahankannya. Bahkan mereka justru berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
Di perusahaan itu juga ia kenal dengan salah seorang karyawan bernama Ibrahim, seorang revolusioner, memimpin komite rovolusioner yang memperjuangkan hak-hak karyawan rendahan. Mereka saling mengungkapkan cinta, bahkan tidur bersama. Firdaus menjadi cerah oleh cinta yang melenakannya. Namun perasaannya itu mendadak amblas ketika Ibrahim bertunangan dengan putri presiden direktur. Ini penderitaan paling sakit yang pernah ia rasakan. Selama menjadi pelacur, perasaannya tak pernah ambil bagian, namun dalam cinta, perasaanlah yang jadi pemain utama.
Firdaus memutuskan keluar dari perusahaan itu. Ia kembali menjadi pelacur. Pelacur yang sukses.
“Seorang pelacur yang sukses lebih baik dari seorang suci yang sesat. Semua perempuan adalah korban penipuan. Lelaki memaksakan penipuan pada perempuan, dan kemudian menghukum mereka karena telah tertipu, menindas mereka ke tingkat terbawah, dan menghukum mereka karena telah jatuh terlalu rendah, mengikat mereka dalam perkawinan, dan menghukum mereka dengan kerja kasar sepanjang umur mereka, atau menghantam mereka dengan penghinaan, atau dengan pukulan.”
Tapi kemudian ia didatangi germo bernama Marzouk yang mengancamnya. Firdaus pergi ke polisi untuk mencari perlindungan, namun ternyata Marzouk punya hubungan yang baik dengan para polisi. Ia lalu mencoba lewat prosedur hukum, tapi ternyata undang-undang menghukum pelacur. Maka kemudian germo itu pun memperoleh bagian dari penghasilan Firdaus, bahkan jauh lebih besar.
Firdaus tidak tahan, ia mencoba pergi jauh, namun di depan pintu, Marzouk mencegatnya. Terjadilah perkelahian. Saat Marzouk menampar mukanya, Firdaus membalasnya. Keberanian yang selama ini tidak pernah ia miliki. Dengan keberanian itu pulalah, ketika Marzouk ingin mengambil pisau dari kantungnya, Firdaus cepat mendahuluinya, dan menikamkan pisau itu dalam-dalam ke leher Marzouk, mencabutnya, menusukkan ke dada Marzouk, mencabutnya lagi, lalu menusukkan lagi ke perut Marzouk, lalu menusukkannya ke hampir seluruh bagian tubuh Marzouk. Dengan perasaan lega, Firdaus meninggalkan tempatnya.
Di sudut jalan, seorang lelaki dengan mobil mewah mengajaknya ikut. Firdaus menolak. Lelaki, yang mengenalkan diri sebagai seorang pangeran Arab itu terus mendesaknya, terjadi tawar-menawar, hingga bertemu pada harga tiga ribu.
Selama di ranjang, pangeran Arab itu terus bertanya “Apakah kau merasa nikmat?”
Bagi Firdaus, itu pertanyaan yang sangat bodoh, namun ia tetap menjawab “Ya.”
Tetapi karena pertanyaan itu terus diulang, Firdaus tidak tahan, akhirnya ia menjawab “Tidak.”
Firdaus masih marah ketika pangeran Arab itu menyerahkan uang. Maka uang itu ia cabik-cabik menjadi serpihan-serpihan kecil. Pangeran Arab itu heran, dan menduga bahwa Firdaus seorang puteri. Mereka terlibat perdebatan dan berujung pertengkaran. Pangeran Arab itu berteriak sampai datang polisi. Firdaus diborgol dan dibawa ke penjara.
Firdaus menolak untuk mengirim surat permohonan keringanan hukum karena menurutnya ia bukan pejahat, para lelakilah yang penjahat.

Dengan bahasa yang tajam, serta metafora-metafora yang indah, novel ini berhasil membuat saya terkagum-kagum pada kelihaian penulisnya, Nawal el-Saadawi, seorang dokter kebangsaan Mesir. Wajar jika karya ini juga masuk dalam 1001 Books You Must Read Before You Die.
Membaca novel ini, mau tidak mau, membuat kita memikirkan lagi berbagai kekurangan dan ketidakadilan yang masih menimpa hak-hak dan kedudukan perempuan di negeri kita dalam masyarakat kita sekarang. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar