Senin, 04 Mei 2015

Explore Loksado: Hari 1, Bukit Langara

Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan
Hari 1: Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan -- Akhirnya aku punya satu minggu libur. Seperti biasa, aku dan Tri langsung merencanakan jalan-jalan. Setelah diskusi yang alot, akhirnya kami memutuskan tujuan liburan kali ini adalah Bukit Langara di Loksado, Kamis, 30 Mei 2015. Pertimbangannya adalah tugas laporan yang belum selesai dan belum dikonsulkan, serta dana yang terbatas.

Masalah 1: kami berdua tidak ada yang tahu jalan menuju Bukit Langara, dan jelas tidak mungkin pergi ke sana tanpa membawa penunjuk jalan.
Lalu dihubungilah Bang Yudis, orang yang mungkin tahu jalannya dan biasanya mau diajak. Ternyata Bang Yudis pun tidak tahu, ia belum pernah ke sana tapi katanya ia sudah tahu jalannya.
Masalah 1 teratasi sebagian.
Tri lalu mengajak dr. Teguh, dokter asal Padang yang tugas pengabdian di Banjarmasin selama satu tahun, dan suka jalan-jalan. Dr. Teguh tidak bisa mengemudikan motor, apalagi punya motor, jadi sudah pasti ia nebeng dengan Tri.
Masalah 2: motorku tarikannya sudah lemah, dan tak mungkin sanggup menempuh jalan di Loksado yang penuh tanjakan. Aku berharap bisa pakai motor bang Yudis, tapi katanya motornya dipakai keluarganya.
Jadi, kami harus mengajak dua orang lagi agar aku dan Bang Yudis bisa menumpang. Beberapa orang dihubungi, namun hasilnya nihil. Bahkan teman Tri yang ia hubungi justru bilang ingin ikut, tapi mau nebeng dengan Tri. Ajakan itu pun langsung kami batalkan. Aku coba-coba mengajak Iqbal, beruntung, ia mau.
Masalah 2 teratasi sebagian.
Sekarang tinggal mencari yang bisa membawa Bang Yudis. Beberapa teman masih terus diajak, namun tidak ada yang berhasil. Hingga malam Kamis...
Bang Yudis mengabari Tri bahwa ada temannya yang bisa, tapi sore. Bagaimana?
Kami tak mau menunggu sampai sore. Akan banyak sekali waktu yang terbuang. Akhirnya kami memutuskan nekat berangat pagi, tanpa ada penunjuk jalan. Modal nekat kami adalah petunjuk dari sebuah postingan blog yang menceritakan pengalaman pemilik blog itu pergi ke Bukit Langara: di persimpangan menuju Batu Licin ada mesjid, nah di belakang mesjid itulah jalan masuk ke Bukit Langara. Sementara untuk jalan menuju Loksado tinggal bertanya dengan orang, beres.
Jam 9.30, Tri datang bersama dr. Teguh. Hanya dengan diinspeksi, dapat didiagnosa masalah 3: helmku yang satu, yang dipinjam dr. Teguh, tertinggal di rumah temannya di Dharma Praja.
Lalu kami susunlah intervensi: sebelum perempatan Jl. Veteran menembus lewat gang agar tidak ketemu polisi, lalu di Jl. Pramuka berbelok menuju jalan tembus ke Dharma Praja. Setelah dilakukan implementasi, hasil evaluasinya berhasil. Kami tidak ketemu polisi hingga dr. Teguh sudah mengenakan helm.
Masalah 3 teratasi.
Lalu di depan SMAN 7, ban motor Iqbal bocor. Masalah 4: ban bocor.
Ajaibnya, hanya beberapa meter dari situ, ada tukang tambal ban. Ban pun ditambal.
Masalah 4 teratasi.
Perjalanan berlanjut. Beberapa kali singgah untuk isi bensin, makan, shalat, menunggu Tri dan dr. Teguh yang menunggu di belakang--yang ternyata Tri dan dr. Teguh juga menunggu aku dan Iqbal karena dikira mereka kamilah yang di belakang, jam 4 sore kami akhirnya sampai di Kota Kandangan.
Aku mengajak teman-teman berhenti di sebuah warung teh untuk istirahat sejenak, padahal maksud utamaku adalah untuk main Ingress karena di situ ada portal yang harus kuhancurkan dan akusisi.
Di warung teh itu ada juga para bapak. Pas sekali, pikirku. Dengan mereka aku bertanya jalan menuju Loksado, dan dengan senang hati mereka menjelaskan, termasuk pilihan-pilihan jalan lain yang bisa ditempuh. Kami berterimakasih banyak pada mereka.
Masalah 1 teratasi sebagian.
Kurang lebih 20 menit istirahat, perjalanan kembali dilanjutkan. Dan tidak sampai 1 jam, kami sudah tiba di pertigaan menuju Batu Licin di Kec. Loksado. Sesuai petunjuk, di sana ada mesjid. Kami bertanya dengan salah seorang penduduk setempat, orang itu lalu menunjukkan jalannya, sekaligus menjagakan motor kami.
Masalah 1 teratasi.
Orang itu juga menceritakan pada kami bahwa pagi tadi ada kru My Trip My Adventure yang shooting di bukit itu. Ah, seandainya kami datang pagi tadi....
Kemudian dimulailah perjalanan mendaki Bukit Langara. Bukit tersebut sangat curam, jauh lebih curam dari bukit-bukit yang pernah kudaki. Hanya sebentar, napas sudah ngos-ngosan. Pertama masih tanah dan batu, lalu di atas hanya ada batu-batu yang tajam. Batu tajam + curam. Benar-benar medan yang luar biasa.
Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan

Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan

Namun semua itu lunas ketika sekitar setengah jam kemudian kami tiba di puncak. Pemandangan yang menakjubkan terpampang di depan mata. Ada Bukit Kentawan yang memiliki tiga puncak, serta Sungai Amandit yang berkelok di bawahnya.
Kami langsung foto-foto sepuasnya.
Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan
Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan


Aku segera berfoto dengan novel Sandi Firly terbaru yang mengisahkan seorang anak Loksado: Catatan Ayah tentang Cintanya kepada Ibu. Foto itu akan kuikutkan lomba Selfie dengan novel Catatan Ayah tentang Cintanya kepada Ibu yang diselenggarakan di FB-nya bang Sandi.
baca novel di Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan

Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan

Bukit Langara, Loksado, Kalimantan Selatan

Sampai adzan magrib berkumandang, barulah kami turun.
Orang yang tadi menjagakan motor kami naik menjemput karena takut kalau-kalau terjadi apa-apa. Sampai di bawah kami membayar orang itu secara suka rela.
Sekarang, masalah 5: di manakah kami akan menginap? Seandainya bersama Bang Yudis, kami bisa menginap di rumah temannya yang katanya tidak jauh dari sini.
Yang kupikirkan kemudian adalah sepupuku yang rumah beliau juga tak jauh dari sini. Rumah beliau di Desa Durian Rabung, aku pernah ke sana sekali, dan sudah lama sekali. Kurang lebih 15 menit, kami tiba di Desa Durian Rabung, Kec. Padang Batung. Di sana aku hanya perlu bertanya pada penduduk, dan mereka langsung tahu orang yang dimaksud, dan menunjukkan rumahnya.
Suami sepupuku dan anaknya, Ansari, terkejut dengan kedatanganku yang tanpa pemberitahuan. Kami berempat langsung disambut dengan hangat, secangkir teh hangat, serta kue yang tinggal pilih saja, karena sepupuku itu punya warung.
Masalah 5 teratasi.
Setelah minum teh dan berbincang-bincang, kami mandi di sungai. Selesai mandi, nasi dan lauk tersaji. Malam itu kami tidur nyenyak setelah beberapa putaran bermain domino.

Bersambung...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar