Malam kemarin, kepercayaan diriku benar-benar diuji, kepercayaan diri di hadapan paman penjual sate.
Cerita ini sebenarnya dimulai sejak beberapa minggu, atau beberapa bulan yang lewat. Aku tidak tahu kapan tepatnya. Itu adalah malam pertama kalinya aku membeli sate di tempat paman sate yang kumaksud di atas. Paman sate itu kelihatan masih cukup muda dan sepertinya masih lajang. Ia biasa memakai baju kotak-kotak. Dan rambutnya gondrong. Kita namai saja dia Paman Sate Berambut Gondrong.
Berapa tusuk biasanya kalau kamu beli sate? Bisa kupastikan jawabanmu adalah 10. Karena memang itulah angka kebiasaan seseorang bila ingin membeli sate untuk satu porsi. Tapi bagiku, yang cuma bisa mengharap uang 'jatah bulanan' dari orangtua sehingga harus hidup sehemat-hematnya, 10 tusuk rasanya terlalu banyak. Sebenarnya, kalau cuma untuk satu kali makan, 7 tusuk pun sudah cukup buatku. Jumlah itulah yang kupesan beberapa minggu, atau beberapa bulan yang lalu ketika pertama mencoba beli sate di tempat Paman Sate Berambut Gondrong.
"Tujuh, Man," pesanku.
"Hah?" tanyanya meyakinkan pendengarannya, seolah tidak percaya ada yang memesan 'cuma' 7 tusuk.
Aku merasa tidak enak. Pikiran cepatku mengatakan tak apalah menambah 3 tusuk lagi daripada terlihat memalukan, toh hanya menambah beberapa ribu rupiah. Pesanan pun kuralat. "Eh, sepuluh aja, Man."
"Sepuluh?" tanyanya lagi.
"Iya."
Sepuluh potongan kecil daging ayam yang ditusuk pun ditaruh di atas tungku. Si Paman Sate Berambut Gondrong mengipas-ngipasnya hingga matang. Sate yang sudah matang dibungkus, lengkap dengan sambal kacangnya.
"Pakai lontong?"
"Tidak." Tentu saja tidak. Aku punya nasi sendiri di kontrakan. Aku biasa memasak, dengan beras yang kubawa sendiri dari kampung hasil bertani orangtuaku.
Aku bertanya berapa, Paman Sate Berambut Gondrong menyebutkan harganya, aku membayar, Paman Sate Berambut Gondrong menyerahkan sate pesananku.
Tiba di kontrakan, sate dan sambalnya kutuang ke piring. Piring itu lalu kupenuhi dengan nasi hasil masakku. Aku makan. Dan seperti yang kupikirkan sebelumnya, 10 tusuk sate ini kebanyakan. Bahkan 5 tusuk pun sebenarnya sudah cukup.
Peristiwa itu kulupakan, hingga malam kemarin...
Entah mengapa--mungkin karena bosan dengan menu rutin yang selalu berupa telur dadar, tiba-tiba malam kemarin aku ingin beli sate lagi, di tempat Paman Sate Berambut Gondrong. Saat itulah aku kembali mengingat-ingat peristiwa beberapa minggu, atau beberapa bulan yang lewat. Ketika itu pula aku menyadari, bahwa pertanyaan 'Hah?' Paman Sate Berambut Gondrong hanyalah senjata yang ia siapkan jika menghadapi orang-orang sepertiku, orang-orang yang memesan di bawah angka 10 tusuk. Dengan kesadaran yang baru muncul itu, aku menggas motor matic-ku ke tempat Paman Sate Berambut Gondrong. Sekarang hanya soal kepercayaan diri, demikian ucapku berulang-ulang dalam hati.
Beberapa saat, motor matic-ku sudah tiba di tujuan.
"Tujuh, Man," pesanku.
"Hah?" serangnya, seolah mengatakan: tidak pernah ada saya menemui orang yang memesan 'cuma' 7 tusuk, kamu miskin atau apa?
Tapi kali ini aku sudah siap. "Tujuh," tangkisku percaya diri.
"Tujuh?" tembaknya lagi, mencoba meruntuhkan kepercayaan diriku.
"Iya, tujuh," jawabku lagi, semakin mantap.
Aku menang, ia kalah. Benar-benar budeg bila masih saja si Paman Sate Berambut Gondrong bertanya berapa tusuk.
Tapi ternyata, ia masih punya senjata cadangan. "Tujuh apa?" tanyanya seperti orang bingung. Memangnya 7 apa lagi?!
"Tujuh tusuk, Man," jawabku tenang.
"Oh... tujuh tusuk..."
"Iya, 'tujuh' tusuk." Aku memberi penekanan pada kata tujuh.
Dengan lesu, Paman Sate Berambut Gondrong itu pun lalu meraih tusukan-tusukan satenya yang masih mentah kemudian meletakkannya di panggangan.
Tapi aku belum puas. Sekarang, giliranku menyerang balik. "Bisa kan, 'cuma' tujuh tusuk?" Aku memberikan penekanan pada kata cuma.
Ia menjawab pelan, nyaris tidak kedengaran, "Iya, bisa..."
Aku tersenyum, tapi tertawa dalam hati. Lain kali, akan kucoba memesan 5 tusuk saja... []
Sabtu, 31 Mei 2014
Kamis, 29 Mei 2014
Ennichisai 2014
Mungkin belum banyak yang tau apa itu Ennichisai? untuk arti dari kata Ennichisai juga saya kurang paham karena sudah googling beberapa kali masih belum dapat arti sebenarnya. Tapi Ennichisai disini adalah sebuah festival kebudayaan Jepang yang di adakan setiap tahunnya di kawasan Blok M Square, Jakarta. Dari pagi hari (jam 10.00) kawasan Blok M square sudah disulap seperti halnya sebuah pasar di Tokyo. Kalau di Singapore ada Chinatown, di Kuala Lumpur - Malaysia ada Hong Kong Station, di Jakarta ngga mau kalah ada yang namanya Little Tokyo. Para pecinta kebudayaan Jepang pasti akan bahagia sekali datang kemari karena akan dimanjakan dengan makanan, minuman, mainan dan apapun yang berbau khas Jepang. Bukan cuma jualan segala yang berbau Jepang aja, tapi ada juga hiburan di 2 pangguna yang akan diisi artis dari Jepang, bahkan pengunjung yang datang juga ngga sedikit yang orang Jepang. Kenapa saya bialng begitu? karena beberapa kali saya berpapasan dengan sekumpulan orang berbahasa Jepang.
Berapa tiket masuknya? tenang aja, masuknya GRATIS. Tapi belanjanya ya bayar. Sepertinya harus bawa budget lebih, karena harga yang dijual disini agak mahal daripada harga biasanya. Sebut saja kue Taiyaki (kue berbentuk ikan dengan isi kacang merah atau coklat) di banderol seharga Rp.10ribu. Saya juga mencoba Mie Ramen dengan harga per porsinya Rp.30ribu belum termasuk minum. Tapi lupakan dulu soal budget, yang penting kita bisa berbaur dengan pecinta budaya Jepang disini.
Acara ini diadakan 2 hari (24 dan 25 Mei 2014) mulai dari pukul 10 pagi sampai 10 malam. Acaranya ada Ekiden (lari jarak jauh seperti marathon), Mikoshi (sejenis kendaraan yang di tandu beberapa orang berkeliling venue), pameran kebudayaan Jepang dan ada Cosplay juga. Pokoknya semua yang berbau Jepang bercampur jadi satu disini. Dijamin acara akan berjalan terus sampai malam. Rancananya setiap tahunnya akan diadakan di tempat yang sama. Berikut beberapa hasil jepretan saya selama di acara ini.
Kantor Panitia |
Mikoshi |
Sudah mirip di Tokyo? |
Makin sore makin rame |
Giant & Suneo |
Mainan robot Doraemon |
Pengisi acara |
Dari anak-anak sampai dewasa |
Pembawa acara asli orang Jepang. Serasa nonton Takeshi Castle ya :) |
Kato Takumi, Pemukul Taiko Terbaik Dunia |
Mainnya full banget |
Bedug dari Jepang, namanya Taiko |
Lapar? Tenang, berjejer penjual makanan khas Jepang disini. |
Ramen ini seporsinya Rp.30ribu. |
Sudah mau selesai pun masih rame |
Salah satu pengisi acara diwawancarai wartawan dari Jepang |
Semoga kita bisa ketemu lagi tahun depan ya :)
Open Your Eyes
Siapa yang ngga tau band satu ini? RAN kali ini berkolaborasi dengan penyanyi baru bernama Tulus. Saya ngga akan ngebahas penyanyinya karena semua sudah tau siapa mereka, tapi akan ngebahas lagunya yang inspiratif banget. Lagu ini pertama kali saya dengar di salah satu radio di Jakarta. Sambil bermacet-macet ria di dalam mobel dengerin lagu ini, dan seketika itu juga semangat saya langsung tumbuh. Bukan cuma lirik nya yang catchy tapi lagu nya juga easy listening tapi ngga kacangan. Pesan yang dibawa mengena banget untuk para galauers (yang kebetulan suasana hati saya juga sempat galau saat itu). Dan setelah mendengar keseluruhan lagu ini, hati jadi agak lebih tenang. Ada 1 kalimat yang sangat mengena seperti :
Tak semua orang bisa punya kesempatan yang sama,
andaikan engkau dapat membuka mata
Hilangkan perasaan tidak puas akan segala sesuatu yang ngga sesuai rencana, karena Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik. Hilangkan juga sifat mengeluh, karena pengeluh hanya untuk para pemalas. Dengar lagu ini serasa dengar lagu sambil di beri motivasi. Memang banyak lagu yang memberi motivasi, tapi masih sangat jarang yang se-asik dan se-mengena ini. Mau tau lagunya seperti apa? cek video dibawah ini ya.
Sabtu, 17 Mei 2014
Review: Frankenstein (Novel Mary Shelley)
Judul: Frankenstein
Penulis: Mary Shelley
Penerjemah: Anton Adiwiyoto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Ke-4 (November, 2012)
Tebal: 312 halaman
Ukuran: 13,5 x 20 cm
ISBN: 978-979-22-5096-1
Frankenstein, novel karya Mary Shelley ini sebenarnya saya beli dengan tanpa sengaja. Waktu itu saya punya janji dengan seorang teman untuk ngobrol di Coffee Toffee, tapi ternyata kawan saya ini tak bisa datang tepat waktu sementara saya sudah terlanjur berangkat, saya terus ke Toko Buku Gramedia di Jalan Veteran. Waktu itu ada bazar buku murah di tempat parkirnya. Di situlah pandangan pertama saya dengan novel Frankenstein. Saya tertarik membelinya karena covernya yang menurut saya keren; hitam polos dengan hanya ada tulisan judul, nama penulis, logo penerbit, dan gambar stempel zaman dulu. Juga, karena harganya yang sangat murah, cuma Rp 15.000! Ketika saya cek, ternyata novel Mary Shelley ini juga masuk list 1001 Books You Must Read Before You Die, saya merasa sangat beruntung. Sambil menunggu teman saya datang, saya mulai membaca novel ini di Coffee Toffee. Sudah beberapa bab saat teman saya muncul. Saya stop membaca, dan tidak meneruskan membacanya lagi, hingga kemarin lusa. Ada empat bulan jarak antara pertama saya membacanya, dan kemarin lusa. Karena ingatan saya yang tidak terlalu bagus, terpaksa saya membaca dari awal lagi. Dan... tadi sore, saya selesai membacanya.
Untuk novel yang pertama kali terbit tahun 1818, ide dan cerita dalam novel ini sungguh luar biasa, yaitu tentang seorang jenius yang menciptakan manusia buatan. Hal tersebut menjadi meyakinkan dengan teknik bercerita melalui tokoh utama yang menceritakan kisahnya kepada tokoh lain. Namun jangan menyangka novel ini seperti novel-novel fiksi ilmiah, ini novel tahun 1800-an! Emosi yang sarat justru menjadi warna dasar cerita dalam novel ini; cerita banyak diwarnai kesedihan para tokohnya.
Seperti kebanyakan novel-novel tahun 1800-an, cerita bergerak lambat, dengan dialog-dialog panjang yang sepertinya tidak realistis dan narasi yang bertele-tele. Isinya lebih banyak telling daripada showing. Hal inilah yang membuat saya tidak meneruskan membacanya empat bulan lalu. Tapi saya merasa cukup puas setelah selesai membacanya karena karya legendaris ini ditulis dengan sangat rapi dan apik.
Novel dimulai dengan surat-surat Robert Walton yang dikirim kepada adiknya, Margaret. Walton menceritakan tentang ekspedisinya dalam rangka mencari penemuan baru di Kutub Utara, sesuatu yang sejak lama ia cita-citakan. Ia menyewa kapal beserta awak-awaknya yang bisa diandalkan. Semakin ke utara, kapal Walton terjebak di tengah-tengah lautan yang membeku. Saat itulah, ia melihat sesuatu yang tidak masuk akal di kejauhan: seorang manusia bertubuh besar di atas kereta salju yang ditarik beberapa ekor anjing. Beberapa jam barulah es pecah. Keesokan paginya, ia kembali menemui hal aneh. Ia menemukan seseorang terapung di atas bongkahan es yang hanyut ke kapalnya. Orang ini jauh berbeda dengan monster yang dilihatnya satu hari sebelumnya. Walton menolong orang ini dan merawatnya di kapal. Orang inilah Viktor Frankenstein, si jenius yang menjadi tokoh utama novel ini. Saat kondisi Frankenstein membaik, akhirnya ia menceritakan kisah hidupnya kepada Walton. Bab satu pun dimulai...
Frankenstein adalah warga Jenewa yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ia punya orang-orang yang sangat menyayanginya dan sangat ia cintai: Ayah, Ibu, dua adiknya, Ernest dan William, saudara angkat yang cantik bernama Elizabeth, seorang sahabat bernama Henry Clerval, dan Justine Moritz, seorang pelayan yang sudah ia anggap seperti adik sendiri. Tidak ada sedikit pun cacat dalam kasih sayang di antara mereka.
Saat Frankenstein akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Ingolstadt, hal buruk menimpa keluarganya. Elizabeth sakit berat, ibunya merawat Elizabeth dengan penuh ketekunan bahkan tanpa memedulikan kesehatan sendiri. Elizabeth akhirnya sembuh, namun justru ibunya yang akhirnya sakit, dan berujung kematian. Setelah mereka lepas dari kesedihan yang mendalam, rencana Frankenstein yang tertunda dipikirkan kembali. Sahabatnya Clerval padahal ingin sekali ikut belajar ke Ingolstadt menemaninya, namun ayah Clerval, seorang pedagang yang berpikiran dangkal tidak mengizinkannya.
Didikan orang-orang hebat di perguruan tinggi serta kegigihannya yang luar biasa membuat Frankenstein maju pesat. Ia menjadi orang nomor satu di perguruan tinggi. Lewat penelitiannya, ia bahkan menemukan sesuatu yang tak pernah berhasil ditemukan ilmuwan mana pun, yaitu memberikan kehidupan pada benda mati. Dengan penemuannya itu, ia berambisi menciptakan manusia lewat mayat-mayat manusia yang sudah mati. Karena berbagai pertimbangan, ia membuatnya dengan ukuran yang besar.
Frankenstein bekerja keras tanpa kenal lelah, bahkan tanpa sempat mengirimkan surat pada keluarganya. Akhirnya, ia berhasil. Makhluk ciptaannya hidup. Namun dengan kondisi makhluk ini yang buruk rupa dan mengerikan layaknya monster, Frankenstein justru merasa jijik. Ia kecewa dengan hasil kerja kerasnya, dan pergi ke kamar tidur untuk menenangkan pikiran. Saat Frankenstein terbangun tengah malam karena mimpi buruk, makhluk mengerikan ciptaannya sudah ada di depannya. Makhluk itu mencoba berbicara dan tersenyum. Tapi itu justru membuat Frankenstein ketakutan. Ia lari keluar apartemen.
Keesokan paginya, di stasiun kereta, ia dikejutkan dengan kedatangan sahabatnya Clerval. Clerval pergi ke Ingolstadt untuk mengetahui kondisinya yang tak pernah memberikan kabar lewat surat, juga untuk belajar sastra di perguruan tinggi. Ayahnya sudah mengizinkannya. Beruntung makhluk ciptaannya tadi sudah tidak ada di apartemennya. Tapi Frankenstein jatuh sakit karena beban batin yang ia tanggung. Clerval merawatnya hingga ia pulih kembali. Saat ia sudah pulih, kabar buruk ia terima dari surat ayahnya: adiknya William meninggal. Seseorang dengan kejam telah mencekik lehernya ketika ia sedang bermain di luar rumah. Frankenstein pun pulang ke Jenewa. Ia sampai di Jenewa pada tengah malam, tidak bisa masuk karena pintu gerbang sudah ditutup. Ia berjalan-jalan dan tanpa sengaja melihat makhluk besar ciptaannya. Saat itulah ia tahu, siapa yang membunuh adiknya.
Pagi harinya ia pulang ke rumah. Dari keluarganya, ia tahu bahwa Justine Moritz dituduh sebagai pelaku karena saat kejadian tidak ada di rumah, menujukkan sikap yang aneh, dan sebuah barang bukti yang ditemukan di pakaian yang ia pakai saat kejadian, yaitu sebuah kalung yang sebelumnya dikenakan William. Tapi Frankenstein tak bisa apa-apa. Ia tak mungkin menceritakan soal makhluk ciptaannya, tidak akan ada yang percaya, dan dirinya hanya dianggap orang gila. Justine akhirnya diberi hukuman mati. Semua penghuni rumah seperti diterpa badai kesedihan yang tidak ada habisnya. Frankenstein merasa sangat bersalah, ia sadar ialah sebenarnya penyebab kematian William dan Justine. Kemarahannya pada makhluk ciptaannya semakin menjadi.
Untuk menenangkan pikiran, ia pergi ke lembah. Di situ, ia bertemu dengan makhluk ciptaannya itu. Makhluk itu memintanya menciptakan pasangan, seorang perempuan yang sama buruk rupanya dengannya. Dengan itu ia tak akan kesepian lagi, dan berjanji tidak akan lagi muncul di hadapan manusia. Bila tidak, makhluk itu bersumpah akan membuat hidup Frankenstein menderita, sebagaimana penderitaan yang ia rasakan. Setelah perdebatan yang panjang, makhluk itu akhirnya bisa menceritakan kisahnya kepada Frankenstein.
Makhluk itu mengembara dari hutan ke hutan sambil belajar tentang makanan dan api. Ia beberapa kali menolong manusia, namun manusia justru menganggapnya monster. Ketika ia berada di perkampungan, orang-orang ketakutan dan menyerangnya. Saat musim dingin, ia menemukan sebuah kandang kosong yang menempel di sebuah rumah. Di situlah ia tinggal tanpa diketahui penghuni rumah. Penghuni rumah adalah orang-orang yang baik, ia mengetahui itu dari pengintaiannya melalui sebuah lubang. Dari pengintaiannya itu pula, ia belajar berbahasa dan belajar tentang kebajikan. Pelajarannya akan bahasa semakin mudah ketika keluarga itu kedatangan seorang perempuan Turki cantik yang pernah mereka tolong dan tinggal di rumah itu. Felix, pemuda penghuni rumah itu yang juga kekasih si perempuan Turki, mengajarkan perempuan Turki itu bahasa para penghuni rumah.
Ia sebenarnya sangat ingin menunjukkan diri kepada para penghuni rumah dan berbagi persahabatan serta kebaikan, namun ia masih tak berani mengingat rupanya yang buruk. Ia harus lebih banyak belajar lagi, agar saat menampakkan diri nanti para penghuni rumah akan memercayainya dan tidak memedulikan rupanya yang mengerikan. Maka ia pun hanya bisa memberikan kebaikan lewat jalan mengumpulkan kayu bakar saat malam hari sambil mencari makan di hutan. Kayu bakar itu ia tumpuk di depan rumah dan penghuni rumah hanya bisa menganggap itu sebuah keajaiban. Felix tidak lagi harus repot-repot mencari kayu bakar. Atau menyekop tumpukan salju di muka rumah. Suatu malam ia menemukan tas berisi beberapa pakaian dan tiga buah buku. Ia membawanya dan mempelajari isi buku itu.
Kemudian tibalah waktunya ia menunjukkan dirinya pada penghuni rumah untuk memulai persahabatan dan saling berbagi kebaikan. Tetapi, sesuatu yang selama ini ia takutkan terjadi. Para penghuni rumah langsung menjerit ketakutan dan Felix menyerangnya. Ia pun lari. Sejak itu, ia benci dengan manusia.
Kini ia benar-benar kesepian. Tujuannya kemudian adalah mencari penciptanya. Ia mendapat petunjuk lewat kertas catatan penciptanya di baju yang ia bawa dari apartemen tempat pertama ia hidup. Ia pergi ke Jenewa, membunuh William saat ia tahu William adalah keluarga Frankenstein, serta dengan cerdas memasukkan kalung yang dipakai William ke pakaian seorang gadis yang berteduh di sebuah kandang yang saat itu sedang tidur.
Karena takut kehilangan keluarganya, Frankenstein akhirnya menyetujui perjanjiannya dengan makhluk itu. Ia membuat alasan agar diperbolehkan ke Inggris, di sana ia akan menciptakan lagi seorang makhluk mengerikan meski dengan sangat terpaksa. Ia juga berjanji pada ayahnya akan menikah dengan Elizabeth sekembalinya nanti. Clerval ikut bersamanya. Frankenstein kemudian meminta Clerval agar berpisah sehingga ia bisa melakukan pekerjaannya tanpa diketahui siapa pun. Frankenstein pergi ke sebuah pulau terpencil dan mulai menciptakan satu lagi makhluk mengerikan. Tapi saat pekerjaannya hampir selesai, ia berubah pikiran. Menurutnya, satu orang makhluk saja sudah banyak menimbulkan kejahatan, apalagi jika nanti ada dua. Ia pun menghancurkan makhluk yang belum selesai itu. Si monster yang terus mengintai dan mengikutinya secara sembunyi-sembunyi marah besar. Mereka kembali terlibat perdebatan sengit. Makhluk itu bersumpah akan datang saat malam pernikahan Frankenstein nanti kemudian ia pergi.
Beberapa hari kemudian Frankenstein berlayar untuk pulang. Tanpa kompas, angin membawa perahunya ke sebuah daratan yang tidak ia kenali. Tapi orang-orang di pulau itu membencinya tanpa ia tahu kenapa. Ternyata, ia menjadi tersangka tindak pembunuhan di pulau itu. Ia dibawa ke hakim setempat. Saat hakim itu menyuruhnya melihat wajah korban untuk mengetahui reaksinya, Frankenstein langsung jatuh lunglai dan pingsan. Orang yang dibunuh dengan cekikan itu ternyata Clerval, sahabatnya sendiri.
Beberapa bulan dalam tahanan, akhirnya kondisi Frankenstein membaik. Ditambah dengan kedatangan ayahnya. Di persidangan, Frankenstein diputuskan tidak bersalah karena terbukti pada saat kejadian berada di sebuah pulau.
Bersama ayahnya ia pulang ke Jenewa. Sesuai janjinya, diaturlah tanggal pernikahan dengan Elizabeth. Ia gembira karena akan menikah dengan orang yang sangat disayanginya dan sangat menyayanginya, namun juga sangat sedih. Ia tahu, malam pernikahannya nanti makhluk itu akan mendatanginya, mereka akan duel. Itulah malam penentuan, apakah dirinya atau makhluk itu yang akan menemui ajal. Tapi ia tidak goyah. Pernikahan tetap dilangsungkan, dan ia berjanji akan menceritakan rahasianya itu pada Elizabeth sehari setelah pernikahan mereka nanti. Setelah pernikahan dilangsungkan, mereka pergi ke sebuah penginapan yang berada di tepi danau. Malam itu hujan. Frankenstein belum menceritakan rahasianya pada isterinya, ia hanya bisa menyuruh Elizabeth masuk ke kamar dan ia berjaga-jaga dengan pistol di tangan. Katanya, malam ini akan terjadi sesuatu yang mengerikan.
Ia menduga akan bertemu dengan makhluk itu, tapi yang kemudian ia temukan adalah pekikan keras dari kamar tempat isterinya berada. Saat ia menghambur ke kamar, Elizabeth sudah tidak bernyawa. Ia pun jatuh pingsan. Ayahnya yang sudah renta, yang mengetahui kabar itu, tak sanggup lagi menanggung tekanan, dan kemudian meninggal.
Hari-hari Frankenstein lalu dihabiskan dengan pengejarannya terhadap makhluk yang telah merenggut nyawa orang-orang yang ia cintai itu. Sampai ke bagian utara bumi.
Di kapal Walton, dengan kondisi kesehatan yang merosot, Frankenstein menutup matanya untuk selama-lamanya tanpa sempat menunaikan hasratnya. Sebelum meninggal, ia hanya bisa meminta Walton agar membalaskan dendamnya.
Walton bertemu dengan makhluk itu ketika makhluk itu mendatangi jenazah Frankenstein. Tapi ia tidak jadi membunuhnya sebagaimana yang dipesankan Frankenstein. Makhluk itu berjanji padanya untuk bunuh diri di kutub utara dengan cara membakar diri, agar tidak ada yang menemukan tubuhnya dan memanfaatkannya untuk diteliti. Setelah itu ia melompat dan mendarat di bongkahan es, ombak membawanya menjauh lalu lenyap di kejauhan.
Nah, menurutmu, apa yang bisa dipetik dari cerita Frankenstein ini? []
Penulis: Mary Shelley
Penerjemah: Anton Adiwiyoto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Ke-4 (November, 2012)
Tebal: 312 halaman
Ukuran: 13,5 x 20 cm
ISBN: 978-979-22-5096-1
“Konstruksi jiwa kita memang sangat aneh. Kita hanya dihubungkan oleh ikatan yang sangat tipis menuju kebahagiaan atau kehancuran.” -Mary Shelley, Frankenstein
Frankenstein, novel karya Mary Shelley ini sebenarnya saya beli dengan tanpa sengaja. Waktu itu saya punya janji dengan seorang teman untuk ngobrol di Coffee Toffee, tapi ternyata kawan saya ini tak bisa datang tepat waktu sementara saya sudah terlanjur berangkat, saya terus ke Toko Buku Gramedia di Jalan Veteran. Waktu itu ada bazar buku murah di tempat parkirnya. Di situlah pandangan pertama saya dengan novel Frankenstein. Saya tertarik membelinya karena covernya yang menurut saya keren; hitam polos dengan hanya ada tulisan judul, nama penulis, logo penerbit, dan gambar stempel zaman dulu. Juga, karena harganya yang sangat murah, cuma Rp 15.000! Ketika saya cek, ternyata novel Mary Shelley ini juga masuk list 1001 Books You Must Read Before You Die, saya merasa sangat beruntung. Sambil menunggu teman saya datang, saya mulai membaca novel ini di Coffee Toffee. Sudah beberapa bab saat teman saya muncul. Saya stop membaca, dan tidak meneruskan membacanya lagi, hingga kemarin lusa. Ada empat bulan jarak antara pertama saya membacanya, dan kemarin lusa. Karena ingatan saya yang tidak terlalu bagus, terpaksa saya membaca dari awal lagi. Dan... tadi sore, saya selesai membacanya.
Untuk novel yang pertama kali terbit tahun 1818, ide dan cerita dalam novel ini sungguh luar biasa, yaitu tentang seorang jenius yang menciptakan manusia buatan. Hal tersebut menjadi meyakinkan dengan teknik bercerita melalui tokoh utama yang menceritakan kisahnya kepada tokoh lain. Namun jangan menyangka novel ini seperti novel-novel fiksi ilmiah, ini novel tahun 1800-an! Emosi yang sarat justru menjadi warna dasar cerita dalam novel ini; cerita banyak diwarnai kesedihan para tokohnya.
Seperti kebanyakan novel-novel tahun 1800-an, cerita bergerak lambat, dengan dialog-dialog panjang yang sepertinya tidak realistis dan narasi yang bertele-tele. Isinya lebih banyak telling daripada showing. Hal inilah yang membuat saya tidak meneruskan membacanya empat bulan lalu. Tapi saya merasa cukup puas setelah selesai membacanya karena karya legendaris ini ditulis dengan sangat rapi dan apik.
Novel dimulai dengan surat-surat Robert Walton yang dikirim kepada adiknya, Margaret. Walton menceritakan tentang ekspedisinya dalam rangka mencari penemuan baru di Kutub Utara, sesuatu yang sejak lama ia cita-citakan. Ia menyewa kapal beserta awak-awaknya yang bisa diandalkan. Semakin ke utara, kapal Walton terjebak di tengah-tengah lautan yang membeku. Saat itulah, ia melihat sesuatu yang tidak masuk akal di kejauhan: seorang manusia bertubuh besar di atas kereta salju yang ditarik beberapa ekor anjing. Beberapa jam barulah es pecah. Keesokan paginya, ia kembali menemui hal aneh. Ia menemukan seseorang terapung di atas bongkahan es yang hanyut ke kapalnya. Orang ini jauh berbeda dengan monster yang dilihatnya satu hari sebelumnya. Walton menolong orang ini dan merawatnya di kapal. Orang inilah Viktor Frankenstein, si jenius yang menjadi tokoh utama novel ini. Saat kondisi Frankenstein membaik, akhirnya ia menceritakan kisah hidupnya kepada Walton. Bab satu pun dimulai...
Frankenstein adalah warga Jenewa yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ia punya orang-orang yang sangat menyayanginya dan sangat ia cintai: Ayah, Ibu, dua adiknya, Ernest dan William, saudara angkat yang cantik bernama Elizabeth, seorang sahabat bernama Henry Clerval, dan Justine Moritz, seorang pelayan yang sudah ia anggap seperti adik sendiri. Tidak ada sedikit pun cacat dalam kasih sayang di antara mereka.
Saat Frankenstein akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Ingolstadt, hal buruk menimpa keluarganya. Elizabeth sakit berat, ibunya merawat Elizabeth dengan penuh ketekunan bahkan tanpa memedulikan kesehatan sendiri. Elizabeth akhirnya sembuh, namun justru ibunya yang akhirnya sakit, dan berujung kematian. Setelah mereka lepas dari kesedihan yang mendalam, rencana Frankenstein yang tertunda dipikirkan kembali. Sahabatnya Clerval padahal ingin sekali ikut belajar ke Ingolstadt menemaninya, namun ayah Clerval, seorang pedagang yang berpikiran dangkal tidak mengizinkannya.
Didikan orang-orang hebat di perguruan tinggi serta kegigihannya yang luar biasa membuat Frankenstein maju pesat. Ia menjadi orang nomor satu di perguruan tinggi. Lewat penelitiannya, ia bahkan menemukan sesuatu yang tak pernah berhasil ditemukan ilmuwan mana pun, yaitu memberikan kehidupan pada benda mati. Dengan penemuannya itu, ia berambisi menciptakan manusia lewat mayat-mayat manusia yang sudah mati. Karena berbagai pertimbangan, ia membuatnya dengan ukuran yang besar.
Frankenstein bekerja keras tanpa kenal lelah, bahkan tanpa sempat mengirimkan surat pada keluarganya. Akhirnya, ia berhasil. Makhluk ciptaannya hidup. Namun dengan kondisi makhluk ini yang buruk rupa dan mengerikan layaknya monster, Frankenstein justru merasa jijik. Ia kecewa dengan hasil kerja kerasnya, dan pergi ke kamar tidur untuk menenangkan pikiran. Saat Frankenstein terbangun tengah malam karena mimpi buruk, makhluk mengerikan ciptaannya sudah ada di depannya. Makhluk itu mencoba berbicara dan tersenyum. Tapi itu justru membuat Frankenstein ketakutan. Ia lari keluar apartemen.
Keesokan paginya, di stasiun kereta, ia dikejutkan dengan kedatangan sahabatnya Clerval. Clerval pergi ke Ingolstadt untuk mengetahui kondisinya yang tak pernah memberikan kabar lewat surat, juga untuk belajar sastra di perguruan tinggi. Ayahnya sudah mengizinkannya. Beruntung makhluk ciptaannya tadi sudah tidak ada di apartemennya. Tapi Frankenstein jatuh sakit karena beban batin yang ia tanggung. Clerval merawatnya hingga ia pulih kembali. Saat ia sudah pulih, kabar buruk ia terima dari surat ayahnya: adiknya William meninggal. Seseorang dengan kejam telah mencekik lehernya ketika ia sedang bermain di luar rumah. Frankenstein pun pulang ke Jenewa. Ia sampai di Jenewa pada tengah malam, tidak bisa masuk karena pintu gerbang sudah ditutup. Ia berjalan-jalan dan tanpa sengaja melihat makhluk besar ciptaannya. Saat itulah ia tahu, siapa yang membunuh adiknya.
Pagi harinya ia pulang ke rumah. Dari keluarganya, ia tahu bahwa Justine Moritz dituduh sebagai pelaku karena saat kejadian tidak ada di rumah, menujukkan sikap yang aneh, dan sebuah barang bukti yang ditemukan di pakaian yang ia pakai saat kejadian, yaitu sebuah kalung yang sebelumnya dikenakan William. Tapi Frankenstein tak bisa apa-apa. Ia tak mungkin menceritakan soal makhluk ciptaannya, tidak akan ada yang percaya, dan dirinya hanya dianggap orang gila. Justine akhirnya diberi hukuman mati. Semua penghuni rumah seperti diterpa badai kesedihan yang tidak ada habisnya. Frankenstein merasa sangat bersalah, ia sadar ialah sebenarnya penyebab kematian William dan Justine. Kemarahannya pada makhluk ciptaannya semakin menjadi.
Untuk menenangkan pikiran, ia pergi ke lembah. Di situ, ia bertemu dengan makhluk ciptaannya itu. Makhluk itu memintanya menciptakan pasangan, seorang perempuan yang sama buruk rupanya dengannya. Dengan itu ia tak akan kesepian lagi, dan berjanji tidak akan lagi muncul di hadapan manusia. Bila tidak, makhluk itu bersumpah akan membuat hidup Frankenstein menderita, sebagaimana penderitaan yang ia rasakan. Setelah perdebatan yang panjang, makhluk itu akhirnya bisa menceritakan kisahnya kepada Frankenstein.
Makhluk itu mengembara dari hutan ke hutan sambil belajar tentang makanan dan api. Ia beberapa kali menolong manusia, namun manusia justru menganggapnya monster. Ketika ia berada di perkampungan, orang-orang ketakutan dan menyerangnya. Saat musim dingin, ia menemukan sebuah kandang kosong yang menempel di sebuah rumah. Di situlah ia tinggal tanpa diketahui penghuni rumah. Penghuni rumah adalah orang-orang yang baik, ia mengetahui itu dari pengintaiannya melalui sebuah lubang. Dari pengintaiannya itu pula, ia belajar berbahasa dan belajar tentang kebajikan. Pelajarannya akan bahasa semakin mudah ketika keluarga itu kedatangan seorang perempuan Turki cantik yang pernah mereka tolong dan tinggal di rumah itu. Felix, pemuda penghuni rumah itu yang juga kekasih si perempuan Turki, mengajarkan perempuan Turki itu bahasa para penghuni rumah.
Ia sebenarnya sangat ingin menunjukkan diri kepada para penghuni rumah dan berbagi persahabatan serta kebaikan, namun ia masih tak berani mengingat rupanya yang buruk. Ia harus lebih banyak belajar lagi, agar saat menampakkan diri nanti para penghuni rumah akan memercayainya dan tidak memedulikan rupanya yang mengerikan. Maka ia pun hanya bisa memberikan kebaikan lewat jalan mengumpulkan kayu bakar saat malam hari sambil mencari makan di hutan. Kayu bakar itu ia tumpuk di depan rumah dan penghuni rumah hanya bisa menganggap itu sebuah keajaiban. Felix tidak lagi harus repot-repot mencari kayu bakar. Atau menyekop tumpukan salju di muka rumah. Suatu malam ia menemukan tas berisi beberapa pakaian dan tiga buah buku. Ia membawanya dan mempelajari isi buku itu.
Kemudian tibalah waktunya ia menunjukkan dirinya pada penghuni rumah untuk memulai persahabatan dan saling berbagi kebaikan. Tetapi, sesuatu yang selama ini ia takutkan terjadi. Para penghuni rumah langsung menjerit ketakutan dan Felix menyerangnya. Ia pun lari. Sejak itu, ia benci dengan manusia.
Kini ia benar-benar kesepian. Tujuannya kemudian adalah mencari penciptanya. Ia mendapat petunjuk lewat kertas catatan penciptanya di baju yang ia bawa dari apartemen tempat pertama ia hidup. Ia pergi ke Jenewa, membunuh William saat ia tahu William adalah keluarga Frankenstein, serta dengan cerdas memasukkan kalung yang dipakai William ke pakaian seorang gadis yang berteduh di sebuah kandang yang saat itu sedang tidur.
Karena takut kehilangan keluarganya, Frankenstein akhirnya menyetujui perjanjiannya dengan makhluk itu. Ia membuat alasan agar diperbolehkan ke Inggris, di sana ia akan menciptakan lagi seorang makhluk mengerikan meski dengan sangat terpaksa. Ia juga berjanji pada ayahnya akan menikah dengan Elizabeth sekembalinya nanti. Clerval ikut bersamanya. Frankenstein kemudian meminta Clerval agar berpisah sehingga ia bisa melakukan pekerjaannya tanpa diketahui siapa pun. Frankenstein pergi ke sebuah pulau terpencil dan mulai menciptakan satu lagi makhluk mengerikan. Tapi saat pekerjaannya hampir selesai, ia berubah pikiran. Menurutnya, satu orang makhluk saja sudah banyak menimbulkan kejahatan, apalagi jika nanti ada dua. Ia pun menghancurkan makhluk yang belum selesai itu. Si monster yang terus mengintai dan mengikutinya secara sembunyi-sembunyi marah besar. Mereka kembali terlibat perdebatan sengit. Makhluk itu bersumpah akan datang saat malam pernikahan Frankenstein nanti kemudian ia pergi.
Beberapa hari kemudian Frankenstein berlayar untuk pulang. Tanpa kompas, angin membawa perahunya ke sebuah daratan yang tidak ia kenali. Tapi orang-orang di pulau itu membencinya tanpa ia tahu kenapa. Ternyata, ia menjadi tersangka tindak pembunuhan di pulau itu. Ia dibawa ke hakim setempat. Saat hakim itu menyuruhnya melihat wajah korban untuk mengetahui reaksinya, Frankenstein langsung jatuh lunglai dan pingsan. Orang yang dibunuh dengan cekikan itu ternyata Clerval, sahabatnya sendiri.
Beberapa bulan dalam tahanan, akhirnya kondisi Frankenstein membaik. Ditambah dengan kedatangan ayahnya. Di persidangan, Frankenstein diputuskan tidak bersalah karena terbukti pada saat kejadian berada di sebuah pulau.
Bersama ayahnya ia pulang ke Jenewa. Sesuai janjinya, diaturlah tanggal pernikahan dengan Elizabeth. Ia gembira karena akan menikah dengan orang yang sangat disayanginya dan sangat menyayanginya, namun juga sangat sedih. Ia tahu, malam pernikahannya nanti makhluk itu akan mendatanginya, mereka akan duel. Itulah malam penentuan, apakah dirinya atau makhluk itu yang akan menemui ajal. Tapi ia tidak goyah. Pernikahan tetap dilangsungkan, dan ia berjanji akan menceritakan rahasianya itu pada Elizabeth sehari setelah pernikahan mereka nanti. Setelah pernikahan dilangsungkan, mereka pergi ke sebuah penginapan yang berada di tepi danau. Malam itu hujan. Frankenstein belum menceritakan rahasianya pada isterinya, ia hanya bisa menyuruh Elizabeth masuk ke kamar dan ia berjaga-jaga dengan pistol di tangan. Katanya, malam ini akan terjadi sesuatu yang mengerikan.
Ia menduga akan bertemu dengan makhluk itu, tapi yang kemudian ia temukan adalah pekikan keras dari kamar tempat isterinya berada. Saat ia menghambur ke kamar, Elizabeth sudah tidak bernyawa. Ia pun jatuh pingsan. Ayahnya yang sudah renta, yang mengetahui kabar itu, tak sanggup lagi menanggung tekanan, dan kemudian meninggal.
Hari-hari Frankenstein lalu dihabiskan dengan pengejarannya terhadap makhluk yang telah merenggut nyawa orang-orang yang ia cintai itu. Sampai ke bagian utara bumi.
Di kapal Walton, dengan kondisi kesehatan yang merosot, Frankenstein menutup matanya untuk selama-lamanya tanpa sempat menunaikan hasratnya. Sebelum meninggal, ia hanya bisa meminta Walton agar membalaskan dendamnya.
Walton bertemu dengan makhluk itu ketika makhluk itu mendatangi jenazah Frankenstein. Tapi ia tidak jadi membunuhnya sebagaimana yang dipesankan Frankenstein. Makhluk itu berjanji padanya untuk bunuh diri di kutub utara dengan cara membakar diri, agar tidak ada yang menemukan tubuhnya dan memanfaatkannya untuk diteliti. Setelah itu ia melompat dan mendarat di bongkahan es, ombak membawanya menjauh lalu lenyap di kejauhan.
Nah, menurutmu, apa yang bisa dipetik dari cerita Frankenstein ini? []
Kamis, 15 Mei 2014
Review: Perempuan di Titik Nol (Novel Nawal el-Saadawi)
Judul: Perempuan di Titik Nol (Women at Point Zero)
Penulis: Nawal el-Saadawi
Penerjemah: Amir Sutaarga
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan: Ke-10 (Juni, 2010)
Tebal: xiv + 156 halaman
Ukuran: 11 x 17 cm
“Saya tahu bahwa profesi saya telah diciptakan oleh lelaki, dan bahwa lelaki menguasai dua dunia kita, yang di bumi ini dan yang di alam baka. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka denga harga tertentu, dan bahwa tubuh paling murah dibayar adalah tubuh sang isteri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur yang bebas daripada menjadi seorang isteri yang diperbudak.”
Novel Perempuan di Titik Nol bercerita tentang Firdaus, seorang pelacur sukses yang kini menunggu hukuman mati di Penjara Qanatir karena telah membunuh seorang laki-laki. Ia menolak semua pengunjung dan tidak mau berbicara dengan siapa pun. Ia biasanya tidak menyentuh makanan sama sekali dan tidak tidur sampai pagi hari. Ia bahkan menolak menandatangani permohonan keringanan hukum dari hukuman mati menjadi hukuman kurungan. Ia telah benar-benar siap untuk mati. Lalu, kepada seorang peneliti, ia akhirnya mau menceritakan kisah hidupnya, sebelum ia diseret untuk hukuman mati.
Firdaus lahir dari keluarga miskin, parahnya, ayahnya merupakan seeorang egois pemarah yang hanya memikirkan perutnya sendiri. Firdaus, saudara-saudaranya, dan ibunya tak lebih dari para budak bagi ayahnya. Saudara-saudara Firdaus satu demi satu meniggal karena kelaparan.
Pengalaman seksual Firdaus dimulai sejak ia masih anak-anak, yaitu dengan teman bermainnya di ladang bernama Muhammadain. Orang kedua ialah pamannya, yang kerap menggerayangi tubuhnya.
Paman Firdaus kuliah di Kairo, ketika ayah dan ibu Firdaus juga meninggal, ia membawa Firdaus ke Kairo dan menyekolahkannya. Paman Firdaus menikah dengan puteri gurunya ketika Firdaus memasuki sekolah menengah. Tanpa Firdaus ketahui mengapa, suatu hari Paman dan isterinya marah kepadanya. Akhirnya Firdaus dimasukkan ke asrama sekolah.
Firdaus merupakan murid yang cerdas. Ia rajin membaca. Hingga kemudian ia lulus dari sekolah menengah dan pamannya membawanya pulang. Namun tak mungkin bagi pamannya untuk menyekolahkannya ke perguruan tinggi, atau mencarikannya pekerjaan hanya dengan modal ijazah sekolah menengah.
Isteri pamannya, yang tidak suka dengan keberadaan Firdaus di rumah mereka, mengusulkan untuk mengawinkan Firdaus dengan pamannya yang duda, Syeikh Mahmoud. Firdaus kemudian menjadi isteri Syeikh Mahmoud, seorang tua berumur enam puluh tahun lebih yang di dagunya terdapat bisul yang selalu mengeluarkan aroma busuk.
Hidup Firdaus jauh lebih tersiksa ketika menjadi isteri Syeikh Mahmoud. Syeikh Mahmoud suka memukulinya sampai berdarah hanya karena masalah sepele. Akhirnya Firdaus kabur dari rumah Syeikh Mahmoud, dan bertemu seorang lelaki bernama Bayoumi yang bersedia menampungnya. Mereka bercinta, dan Bayoumi tak pernah memukulnya. Sampai kemudian mereka bertengkar, Bayoumi memukul Firdaus dengan begitu keras, di wajah dan perut. Firdaus pingsan.
Bayoumi mengurungnya di sebuah kamar. Setiap malam Bayoumi ‘menindih’-nya, dan Firdaus hanya bisa terpejam tanpa bisa merasakan apa-apa. Kemudian bukan hanya Bayoumi yang ‘menindih’-nya, tapi juga teman-teman Bayoumi. Beruntung pada suatu hari tetangganya melihatnya lewat kisi-kisi pintu. Tetangganya itu menolongnya, dan ia akhirnya bisa keluar dari rumah Bayoumi.
Firdaus kemudian bertemu Sharifa, perempuan yang memberinya tempat tinggal yang nyaman, kamar yang wangi, kasur yang lembut, dan pakaian yang indah. Juga, para lelaki yang datang secara bergantian, yang ‘kuku-kukunya pun bersih dan putih, tidak seperti kuku Bayoumi, yang hitam seperti gelapnya malam, juga tidak seperti kuku Paman dengan tanah di bawah ujung kukunya’. Firdaus tidak sadar, bahwa dirinya telah dimanfaatkan Sharifa untuk menghasilkan uang. Salah seorang lelaki yang mendatangi kamarnya itulah yang kemudian menyadarkannya. Sekali lagi, Firdaus kabur dari tempatnya tinggal.
Waktu itu tengah malam. Di luar, seorang polisi ‘memakai’-nya dengan iming-iming satu pon serta ancaman dibawa ke kantor polisi jika menolak. Setelah polisi itu meninggalkannya tanpa memberinya uang satu pon yang telah dijanjikan, hujan turun. Kemudian seorang lelaki bermobil menawarkan tumpangan. Lelaki itu membawa Firdaus ke rumahnya yang mewah, memandikannya, dan menidurinya. Pagi harinya, saat Firdaus akan pergi, lelaki itu memberinya sepuluh pon. Uang pertama yang ia hasilkan dari ‘pekerjaan’-nya.
Berkat sepuluh pon itu, keberanian dan kepercayaan diri Firdaus mulai tumbuh. Ia mulai berani menolak dan memilih lelaki yang diinginkannya, dan memasang harga yang mahal atas tubuhnya. Firdaus merasa memiliki kebebasan, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan selama dua puluh tahun hidupnya. Ia kemudian menjadi pelacur yang sukses, yang memiliki sebuah apartemen, seorang koki, seorang ‘manajer’, rekening bank yang terus bertambah, waktu senggang untuk bersantai atau jalan-jalan, serta kawan-kawan yang ia pilih sendiri.
Lewat diskusinya dengan salah seorang kawan, Firdaus mulai mengerti arti “tidak terhormat”, dan terus memikirkannya. Hidupnya lalu berubah drastis lewat sepatah kalimat pendek itu.
Dengan ijazah sekolah menengah serta kesungguhannya, Firdaus mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan industri besar. Karena gajinya yang kecil, ia hanya bisa menyewa sebuah bilik kecil tanpa kamar mandi di sebuah gang kumuh. Di perusahaan tempat ia bekerja, terjadi kesenjangan yang lebar antara karyawan berpangkat tinggi dan karyawan rendahan. Banyak karyawati yang merelakan tubuh mereka pada para atasan agar lekas naik pangkat atau agar tidak dikeluarkan. Namun Firdaus tidak akan menghargai dirinya semurah itu, terlebih karena pengalamannya yang biasa dibayar dengan harga sangat mahal. Tidak seorang pun di perusahaan itu yang bisa menyentuhnya.
“Saya menyadari bahwa seorang karyawati lebih takut kehilangan pekerjaan daripada seorang pelacur akan kehilangan nyawanya. Seorang karyawati takut kehilangan pekerjaannya dan menjadi seorang pelacur karena dia tidak mengerti bahwa kehidupan seorang pelacur menurut kenyataannya lebih baik dari kehidupan mereka. Dan karena itulah dia membayar harga dari ketakutan yang dibuat-buat itu dengan jiwanya, kesehatannya, dengan badan, dan dengan pikirannya. Dia membayar harga tertinggi bagi benda-benda yang paling bernilai rendah.”
Karena jual mahalnya itulah, para penguasa perusahaan itu justru mempertahankannya. Bahkan mereka justru berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
Di perusahaan itu juga ia kenal dengan salah seorang karyawan bernama Ibrahim, seorang revolusioner, memimpin komite rovolusioner yang memperjuangkan hak-hak karyawan rendahan. Mereka saling mengungkapkan cinta, bahkan tidur bersama. Firdaus menjadi cerah oleh cinta yang melenakannya. Namun perasaannya itu mendadak amblas ketika Ibrahim bertunangan dengan putri presiden direktur. Ini penderitaan paling sakit yang pernah ia rasakan. Selama menjadi pelacur, perasaannya tak pernah ambil bagian, namun dalam cinta, perasaanlah yang jadi pemain utama.
Firdaus memutuskan keluar dari perusahaan itu. Ia kembali menjadi pelacur. Pelacur yang sukses.
“Seorang pelacur yang sukses lebih baik dari seorang suci yang sesat. Semua perempuan adalah korban penipuan. Lelaki memaksakan penipuan pada perempuan, dan kemudian menghukum mereka karena telah tertipu, menindas mereka ke tingkat terbawah, dan menghukum mereka karena telah jatuh terlalu rendah, mengikat mereka dalam perkawinan, dan menghukum mereka dengan kerja kasar sepanjang umur mereka, atau menghantam mereka dengan penghinaan, atau dengan pukulan.”
Tapi kemudian ia didatangi germo bernama Marzouk yang mengancamnya. Firdaus pergi ke polisi untuk mencari perlindungan, namun ternyata Marzouk punya hubungan yang baik dengan para polisi. Ia lalu mencoba lewat prosedur hukum, tapi ternyata undang-undang menghukum pelacur. Maka kemudian germo itu pun memperoleh bagian dari penghasilan Firdaus, bahkan jauh lebih besar.
Firdaus tidak tahan, ia mencoba pergi jauh, namun di depan pintu, Marzouk mencegatnya. Terjadilah perkelahian. Saat Marzouk menampar mukanya, Firdaus membalasnya. Keberanian yang selama ini tidak pernah ia miliki. Dengan keberanian itu pulalah, ketika Marzouk ingin mengambil pisau dari kantungnya, Firdaus cepat mendahuluinya, dan menikamkan pisau itu dalam-dalam ke leher Marzouk, mencabutnya, menusukkan ke dada Marzouk, mencabutnya lagi, lalu menusukkan lagi ke perut Marzouk, lalu menusukkannya ke hampir seluruh bagian tubuh Marzouk. Dengan perasaan lega, Firdaus meninggalkan tempatnya.
Di sudut jalan, seorang lelaki dengan mobil mewah mengajaknya ikut. Firdaus menolak. Lelaki, yang mengenalkan diri sebagai seorang pangeran Arab itu terus mendesaknya, terjadi tawar-menawar, hingga bertemu pada harga tiga ribu.
Selama di ranjang, pangeran Arab itu terus bertanya “Apakah kau merasa nikmat?”
Bagi Firdaus, itu pertanyaan yang sangat bodoh, namun ia tetap menjawab “Ya.”
Tetapi karena pertanyaan itu terus diulang, Firdaus tidak tahan, akhirnya ia menjawab “Tidak.”
Firdaus masih marah ketika pangeran Arab itu menyerahkan uang. Maka uang itu ia cabik-cabik menjadi serpihan-serpihan kecil. Pangeran Arab itu heran, dan menduga bahwa Firdaus seorang puteri. Mereka terlibat perdebatan dan berujung pertengkaran. Pangeran Arab itu berteriak sampai datang polisi. Firdaus diborgol dan dibawa ke penjara.
Firdaus menolak untuk mengirim surat permohonan keringanan hukum karena menurutnya ia bukan pejahat, para lelakilah yang penjahat.
Dengan bahasa yang tajam, serta metafora-metafora yang indah, novel ini berhasil membuat saya terkagum-kagum pada kelihaian penulisnya, Nawal el-Saadawi, seorang dokter kebangsaan Mesir. Wajar jika karya ini juga masuk dalam 1001 Books You Must Read Before You Die.
Membaca novel ini, mau tidak mau, membuat kita memikirkan lagi berbagai kekurangan dan ketidakadilan yang masih menimpa hak-hak dan kedudukan perempuan di negeri kita dalam masyarakat kita sekarang. []
Selasa, 13 Mei 2014
Just Make Your Dreams Come True
Mungkin ngga banyak yang tau band bernama Imagine Dragons sebelum keluar lagu hitnya yang berjudul Radioactive. Saya pun baru tau dari film The Incredible Burt Wonderstone. Band dari negeri amrik sana ini memberikan musik yang bikin semangat meraih mimpi kita datang lagi. Lagunya inspiratif banget dan bisa mem"provokasi" kita untuk tetap berjuang mendapatkan semua impian kita. Kata 'On Top Of The World" disini bukan cuma berarti kita ada di atas gedung atau gunung tinggi, tapi bisa juga diartikan kita bisa diatas kesuksesan seperti yang kita impikan dari kecil. Di lyric yang bilang : "If you love somebody, better tell them while they’re here ’cause they just may run away from you" bisa juga diartikan ; jangan menunda yang kamu inginkan karena kesempatan akan cepat berlalu kalau terlalu lama berdiam diri. Ya, setidaknya saya menangkapnya begitu. ada juga beberapa kata yang sangat inspiratif seperti : "And I know it’s hard when you’re falling down, And it’s a long way up when you hit the ground, Get up now, get up, get up now" kata-kata yang memberi semangat ketika kita jatuh dan tetap berusaha untuk bangun lagi. Biasanya lagu-lagu pemberi semangat seperti ini selalu saya putar setiap pagi di kantor supaya bisa "menghipnotis" saya untuk selalu hidup optimis. Bagaimana dengan kamu? sudah ada lagu ini di daftar lagu kamu?
Minggu, 11 Mei 2014
Review: Orang Asing (Novel Albert Camus)
Judul: Orang Asing (L’Etranger/The Outsider/The Stranger)
Penulis: Albert Camus
Penerjemah: Apsanti Djokosujatno
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan: Pertama (November, 2013)
ISBN: 978 979 4618 62 2
Bagaimana jika hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kasusmu justru memberatkan kasusmu dan membuatmu dihukum gantung? Itulah yang terjadi pada Meursault, tokoh utama dalam novel Orang Asing (L’Etranger/The Outsider/The Stranger) karya Albert Camus. Seseorang yang terasing dengan lingkungannya, seseorang yang tanpa emosi, dan menganggap wajar apa yang sudah terjadi.
Cerita diawali dengan kabar kematian ibu Meursault yang berada di panti wreda. Alasan Meursault menitipkan ibunya ke panti wreda karena penghasilannya memang tak cukup untuk membiayai ibunya, lagipula di panti wreda ibunya tidak akan kesepian.
Meursault pun cuti kerja dan berangkat ke panti wreda. Meursault ditawari untuk melihat wajah jenazah ibunya, namun ia bilang itu tidak perlu. Meursault cukup tabah. Ia bahkan tidak menangis dan tidak menunjukkan emosi kesedihan.
Malam itu ia menunggui jenazah ibunya di sebuah ruangan di panti wreda. Teman-teman ibunya sesama penghuni panti wreda berdatangan. Meursault merokok, dan menerima kopi susu yang ditawarkan penjaga panti wreda karena ia sangat mengantuk. Meursault tertidur karena tidak kuat menahan kantuk yang menderanya. Keesokan harinya jenazah ibunya dikuburkan. Meursault masih tenang dan tabah.
Sehari setelah pemakaman ia bertemu dengan Marie, dan mereka berkencan.
Meursault juga mau tidak mau terlibat dalam masalah Raymond, tetangganya. Raymond menceritakan bahwa ia punya pacar yang suka berbohong dan ia memukulnya. Raymond memintanya menuliskan surat kepada pacarnya itu agar ia mau datang, dan mereka bisa bercinta untuk terakhir kali, juga agar Raymond bisa memukulnya untuk terakhir kali. Saat pacar Raymond itu datang, Raymond memaki dan memukulinya. Lalu datanglah polisi, dan Raymond ditahan. Raymond meminta Meursault untuk memberi kesaksian, maka Raymond pun dibebaskan.
Setelah bebas, Raymond mengajak Meursault dan Marie ke pantai ke sebuah rumah pantai milik teman Raymond. Di pantai itulah mereka bertemu saudara mantan pacar Raymond beserta teman-temannya dan mereka terlibat perkelahian. Raymond terluka dan mereka kembali ke rumah pantai. Raymond ingin membalasnya dengan mengambil sebuah pistol. Tapi Meursault mengambil pistol itu karena takut terjadi hal buruk.
Meursault kembali ke pantai sendirian, dan ia bertemu dengan salah satu yang menyerang mereka tadi. Meursault mengalami disorientasi karena panas dan silau. Dalam kondisi disorientasi itu, ia melihat orang tadi mencabut pisau. Ia pun menembaknya dengan pistol yang ia sita dari Raymond. Karena silau, ia kembali menambah empat tembakan pada orang tadi.
Meursault akhirnya disidang karena pembunuhan itu. Selama persidangan, Meursault lebih banyak diam. Penuntut memanfaatkan itu untuk menggambarkan kepribadiannya yang buruk. Ia dianggap bukan orang baik karena mengirim ibunya ke panti wreda, tidak ingin melihat wajah ibunya yang meninggal, tidak sedih saat pemakaman ibunya, merokok, menerima tawaran kopi susu, dan tertidur saat menunggui jenazah ibunya, dan berkencan sehari setelah kematian ibunya. Meursault juga dianggap pembunuh yang kejam, tenang dan jitu dengan penuh perencanaan karena setelah satu kali tembakan, ia kembali menambah empat tembakan.
Hakim akhirnya memutuskan hukuman gantung atas Meursault. Ia digantung atas hal-hal yang ia lakukan tanpa sengaja. Bahkan ia, tetap tabah atas kematian yang akan mendatanginya itu.
Novel tipis yang menggunakan sudut pandang orang pertama ini terdiri dari dua bagian, masing-masing bagian terdiri dari 6 dan 5 bab. Terbit pertama kali dalam bahasa Prancis dengan judul L’Etranger pada tahun 1942, kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul The Outsider dan The Stranger. Novel filsafat yang mengusung tema absurd dan eksistensi ini secara permukaan tidak menghadirkan pergolakan emosi yang mengaduk-aduk, namun sesungguhnya memiliki makna yang sangat mendalam. Orang Asing juga menjadi kritik Albert Camus atas hukuman mati yang saat itu diterapkan.
Novel ini masuk dalam daftar 1001 Books You Must Read Before You Die. []
Have a Good Time in Kuala Lumpur, Malaysia (Day 3)
Packing |
Bunkbed |
Pagi hari kami sudah packing bawaan kami. Karena saya hanya membawa 1 backpack jadinya isi tas saya menggembung. Beratnya sih ngga seberapa, mungkin cuma bertambah beberapa kilo tapi bentuknya sudah ngga karuan haha. Barang-barang yang masih bisa dipegang atau dimasukkan tas kecil saya pisahkan dari dalam backpack saya. Inilah yang saya ngga suka dari pulang backpacker-an, sudah tahu saya backpacker kenapa dong harus belanja? Besok-besok saya akan menolak belanja pesananan karena memang niat saya buat jalan-jalan bukan belanja. Menginap 3 hari di hostel ini sangat membuat saya nyaman. Kru hostel pun sudah seperti teman atau keluarga sendiri. Selama 2 malam sebelum tidur biasanya kami bercengkerama dengan kru hostel ini walaupun dengan bahasa Inggris saya yang pas-pasan haha. Dengan seringnya kami bercengkerama saya jadi tahu kalau salah satu resepsionisnya punya teman dari Yogjayakrta, dan dia juga menceritakan senang sekali pernah berkunjung ke Indonesia khususnya ke Yogyakarta karena memang saat itu dia sedang berkunjung kesana. Anggapan saya terhadap orang Malaysia yang angkuh dan tidak bersahabat ke turis Indonesia sepertinya harus saya hapuskan. Mereka ramah kok. Lagipula, tampilan kita dan mereka hampir sama, makanya banyak turis bertanya jalan kepada kami karena dikira kami warga sana. Waktu di Singapore juga begitu. Saya ngga tahu, apakah mereka benar-benar ramah ataukah karena kami turis yang menghasilkan untuk mereka? Semoga saja keramahan mereka itu sungguhan.
backpack
backpack
Jam 9 pagi kami sudah bersiap check out dan seperti biasa setiap menginap di hostel, kami para tamu diharuskan membereskan handuk dan selimut kami untuk meletakkan di keranjang depan resepsionis. Pasti yang pernah menginap di hostel (setidaknya hostel di Singapore dan Malaysia) tahu peraturan ini. Setelah meletakkan handuk dan selimut kani lalu mengabsen daftar check out, seperti di tempat sebelumnya saya selalu menerapkan ritual foto bersama. Ya, saya meminta respsionos berfoto bersama kami untuk kenang-kenangan. Kebetulan yang sedang jaga pagi itu adalah Ms, Ludy yang kebetulan membantu kami saat check in 3 hari yang lalu. Dengan agak canggung dia meng-iyakan. Begitu dia mengizinkan saya harus mencari 1 orang untuk
memfoto kami dan kebetulan sekali ada turis Indonesia (kalo ngga salah dari Samarinda) sedang duduk sendiri. Dengan sopan saya meminta dia memfoto kami "Mbak, bisa tolong foto kita ngga?" dan dengan senang hati dia membantu kami. Yah, dari hal kecil itu pun bisa menambah teman. FYI menambah teman yang sama-sama dari Indonesia lebih sulit daripada berteman dari negara lain saat kita traveling di luar negeri. Ngga tau kenapa sepertinya mereka malu bertemu dengan kerabat negeri sendiri. Setelah berfoto dan sebentar berbasa-basi kami pun resmi meninggalkan hostel ini. Untuk rekomendasi, hostel yang saya tempati ini bernama SUNSHINEBEDS KL yang websitenya bisa dilihat di www.sunshinebedz.com.my/. Tarif permalamnya cuma RM 30 dan kita bisa dapat fasilitas yang memuaskan seperti kamar mandi bersih, sarapan, loker, dan yang paling penting untuk saya ada WIFI (walaupun speednya dibatasi) GRATIS.
Untuk yang mau menginap di Bukit Bintang saya recommend hostel ini. Salah satu peraturan disini adalah para tamu wajib melepas sepatunya di rak sepatu depan pintu masuk. Mungkin karena aturan ini jadinya hostel ini bersih sekali dan buat saya betah berlama-lama disini. Pada saat kami memakai sepatu, ternyata ada salah seorang turis Indonesia yang melihat saya meminta di foto kan di dalam tadi dan bertanya "Dari mana mas?". Wah, lumayan nambah 1 teman lagi. Ternyata dia dari Yogyakarta yang sedang solo Traveling dan akan mengunjungi temannya. Dari situ kami bertanya banyak untuk lokasi yang mungkin recommended. Tapi ternyata lokasi yang direkomendasikan sudah kami datangi semua. Yah memang di KL ini 11-12 di Jakarta, ngga ada yang spesial, tapi dia merekomendasikan Malaka. Mungkin next time bisa dipertimbangkan.
Speed internet hostel |
Untuk yang mau menginap di Bukit Bintang saya recommend hostel ini. Salah satu peraturan disini adalah para tamu wajib melepas sepatunya di rak sepatu depan pintu masuk. Mungkin karena aturan ini jadinya hostel ini bersih sekali dan buat saya betah berlama-lama disini. Pada saat kami memakai sepatu, ternyata ada salah seorang turis Indonesia yang melihat saya meminta di foto kan di dalam tadi dan bertanya "Dari mana mas?". Wah, lumayan nambah 1 teman lagi. Ternyata dia dari Yogyakarta yang sedang solo Traveling dan akan mengunjungi temannya. Dari situ kami bertanya banyak untuk lokasi yang mungkin recommended. Tapi ternyata lokasi yang direkomendasikan sudah kami datangi semua. Yah memang di KL ini 11-12 di Jakarta, ngga ada yang spesial, tapi dia merekomendasikan Malaka. Mungkin next time bisa dipertimbangkan.
Sarapan terakhir |
Loker. Jangan lupa bawa gembok |
Senyum kekecewaan |
KLIA Transit |
Belanja dan Makan Siang Terakhir di KL
Central Market alias Pasar Seni |
Jalan Petaling |
Gaya doang |
Nasi goreng beef + ice lemon tea |
Onion Beef + Ice lemon tea |
Total kerusakan RM 14.40 |
Sebenarnya masih ada lokasi yang menarik menurut saya, yaitu Tugu Peringatan Negara atau juga dinamakan Monumen Nasional. Lokasinya ngga jauh dari tempat kami, tinggal menyeberang ke stasiun Kuala Lumpur lalu naik bus 1 kali. Tapi saya harus menghargai teman saya yang budgetnya sudah di ambang batas akhirnya kami ngga jadi kesana. Akhirnya kami pulang menuju airport pada jam 15.30.
Pulang...
Terminalnya sempiiiiit |
Pesawatnya |
Foto didepan pesawat parkir |
Wifi di LCCT |
Ngintip ah |
Sunset |
Sisa-sisa perjuangan |
Koin KL Rapid & Kartu Touch n Go |
Kamis, 08 Mei 2014
Have a Good Time in Kuala Lumpur, Malaysia (Day 2)
Bukit Bintang pagi hari |
Terpesona dengan Batu Cave
Patung Dewa Murugan |
Monyet penyambut kami |
Patung Anoman hijau |
Narsis dikit |
Berfoto di depan patung Dewa Murugan |
Ritual berikutnya setelah bermain dengan burung, monyet dan berfoto di depan dewa Murugan, adalah naik dan menghitung jumlah tangga menuju atas bukit. Ada 3 jalur tangga disini untuk memudahkan kita naik dan turun. Karena tangganya terbuat dari semen/beton sebaiknya tetap berhati-hati diwaktu hujan karena bisa saja sangat licin. baru di hitungan 60, saya sudah diberkahi "krim putih dari langit". Untung saya memakai topi, jadi ngga langsung kena kepala saya. Segera saya
Hati-hati banyak burung berseliweran |
mengambil tissue basah dari tas saya dan membersihkannya. Bukan cuma saya, ternyata teman saya juga diberkahi yang sama di kaki celana kanannya waktu dia melangkah naik. Kami pun hanya bisa tertawa karena skor kami 1-1. Makin tinggi udara makin tipis dan membuat menanjaki anak tangga menjadi lebih berat. Untuk yang belum terbiasa naik tangga sebanyak ini, sebaiknya berhenti di bagian yang lebih lebar setiap beberapa anak tangga. Kalau kira-kira ngga bisa naik dengan cepat, sebaiknya bergeser ke pinggir untuk menyediakan tempat orang yang mau mendahuli kita.
Patung Murugan Tertinggi |
Pemandangan dari atas Batu Cave |
sampai di atas bukit dan bisa melihat kebawah yang terlihat
Makan dulu... |
Jalan panjang ke Genting Highlands
GPS selalu menemani saya |
Saya pilih ini |
RM 10/pc mau? |
Tiket bus ke Genting |
Perjalanan menuju Genting |
Kereta gantung alias Skyway |
1 Kereta gantung bisa diisi sampai 4 penumpang dan siapa cepat dia dapat. Begitu naik kereta bergerak pelan sampai di satu waktu akan menanjak kecepatan tiba-tiba bertambah dan wush! kami serasa naik roller coaster berkecepatan pelan haha. Waktu naik adalah saat-saat yang mendebarkan karena di bawah kami adalah hutan belantara dengan pepohonan lebat disertai kabut tebal. Agak ngeri melihat ke bawah kami terus menanjak dan rintik hujan menambah kengerian kami. Sekitar +-20 menit kami sampai di resort dan mengakhiri kengerian kami. Sebenarnya sih seru karena pemandangannya keren, tapi bercampur ngeri karena ketinggian dan cuaca yang hujan. Sampai di genting resort kami langsung disuguhi mainan anak ala Timezone dan toko souvenir. Makin kedalam cuma sekumpulan cafe mewah dan hotel berbintang yang saling menunjukkan gengsinya masing-masing. OK, kami kemari bukan untuk belanja, makan atau menginap tapi mau cari suasana. Di dalam gedung yang mirip seperti Trans Studi Bandung terlihat roller coaster indoor dan panggung kecil di tengah ruangan dan sedang berlangsung pertunjukan sulap. Ngga ada yang istimewa disini. Saya mencari pintu menuju taman bermain outdoor ternyata sedang ditutup. begitu kecewanya kami setelah melihat theme park outdoo nya sedang di renovasi. Ngga ada roller coaster, ngga ada danau buatan, ngga ada taman Jurassic. Cuma 1 kata untuk genting sat itu ; MENGECEWAKAN!
Karena bingung ngga tau mau kemana lagi akhirnya kami menghibur diri di musim Ripleys Believe it Or Not yang harga masuknya RM 22. Dari sekian banyak yang diperlihatkan hanya ada 1 atraksi yang menurut saya keren, yaitu lorong lingkaran di pintu keluar. Ngga sampai 2 jam kami disana dan segera memutuskan untuk kembali ke KL Sentral. Perasaan kecewa dan agak lelah kami harus menikmati perjalanan bus ke KL Sentral dengan agak mual karena pak supir rada ugal bawa bus nya.
Tipuan konyol di Ripleys |
Bus pulang udah nunggu |
Mencoba Makan di Jalan Alor
Street Food @ Jalan Alor |
Jalan Alor |
Mau beli DVD bajakan disini? |
Kentang goreng ajib! |
Selesai makan kami segra bergegas pulang ke hostel. malam itu Jumat malam, dan weekend sudah pasti jalanan ramai sampai tengah malam. Sayangnya kaki kami sudah lelah dan sudah ngga semangat menyusuri malam di Bukit Bintang. Kami pun segera menemui kasur kesayangan kami selama di KL dan berharap esok hari bisa lebih baik dari hari itu. Apa lagi keseruan kami di hari ke-3? Baca terus yaa... :)
Langganan:
Postingan (Atom)