Penulis: Mary Shelley
Penerjemah: Anton Adiwiyoto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Ke-4 (November, 2012)
Tebal: 312 halaman
Ukuran: 13,5 x 20 cm
ISBN: 978-979-22-5096-1
“Konstruksi jiwa kita memang sangat aneh. Kita hanya dihubungkan oleh ikatan yang sangat tipis menuju kebahagiaan atau kehancuran.” -Mary Shelley, Frankenstein
Frankenstein, novel karya Mary Shelley ini sebenarnya saya beli dengan tanpa sengaja. Waktu itu saya punya janji dengan seorang teman untuk ngobrol di Coffee Toffee, tapi ternyata kawan saya ini tak bisa datang tepat waktu sementara saya sudah terlanjur berangkat, saya terus ke Toko Buku Gramedia di Jalan Veteran. Waktu itu ada bazar buku murah di tempat parkirnya. Di situlah pandangan pertama saya dengan novel Frankenstein. Saya tertarik membelinya karena covernya yang menurut saya keren; hitam polos dengan hanya ada tulisan judul, nama penulis, logo penerbit, dan gambar stempel zaman dulu. Juga, karena harganya yang sangat murah, cuma Rp 15.000! Ketika saya cek, ternyata novel Mary Shelley ini juga masuk list 1001 Books You Must Read Before You Die, saya merasa sangat beruntung. Sambil menunggu teman saya datang, saya mulai membaca novel ini di Coffee Toffee. Sudah beberapa bab saat teman saya muncul. Saya stop membaca, dan tidak meneruskan membacanya lagi, hingga kemarin lusa. Ada empat bulan jarak antara pertama saya membacanya, dan kemarin lusa. Karena ingatan saya yang tidak terlalu bagus, terpaksa saya membaca dari awal lagi. Dan... tadi sore, saya selesai membacanya.
Untuk novel yang pertama kali terbit tahun 1818, ide dan cerita dalam novel ini sungguh luar biasa, yaitu tentang seorang jenius yang menciptakan manusia buatan. Hal tersebut menjadi meyakinkan dengan teknik bercerita melalui tokoh utama yang menceritakan kisahnya kepada tokoh lain. Namun jangan menyangka novel ini seperti novel-novel fiksi ilmiah, ini novel tahun 1800-an! Emosi yang sarat justru menjadi warna dasar cerita dalam novel ini; cerita banyak diwarnai kesedihan para tokohnya.
Seperti kebanyakan novel-novel tahun 1800-an, cerita bergerak lambat, dengan dialog-dialog panjang yang sepertinya tidak realistis dan narasi yang bertele-tele. Isinya lebih banyak telling daripada showing. Hal inilah yang membuat saya tidak meneruskan membacanya empat bulan lalu. Tapi saya merasa cukup puas setelah selesai membacanya karena karya legendaris ini ditulis dengan sangat rapi dan apik.
Novel dimulai dengan surat-surat Robert Walton yang dikirim kepada adiknya, Margaret. Walton menceritakan tentang ekspedisinya dalam rangka mencari penemuan baru di Kutub Utara, sesuatu yang sejak lama ia cita-citakan. Ia menyewa kapal beserta awak-awaknya yang bisa diandalkan. Semakin ke utara, kapal Walton terjebak di tengah-tengah lautan yang membeku. Saat itulah, ia melihat sesuatu yang tidak masuk akal di kejauhan: seorang manusia bertubuh besar di atas kereta salju yang ditarik beberapa ekor anjing. Beberapa jam barulah es pecah. Keesokan paginya, ia kembali menemui hal aneh. Ia menemukan seseorang terapung di atas bongkahan es yang hanyut ke kapalnya. Orang ini jauh berbeda dengan monster yang dilihatnya satu hari sebelumnya. Walton menolong orang ini dan merawatnya di kapal. Orang inilah Viktor Frankenstein, si jenius yang menjadi tokoh utama novel ini. Saat kondisi Frankenstein membaik, akhirnya ia menceritakan kisah hidupnya kepada Walton. Bab satu pun dimulai...
Frankenstein adalah warga Jenewa yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ia punya orang-orang yang sangat menyayanginya dan sangat ia cintai: Ayah, Ibu, dua adiknya, Ernest dan William, saudara angkat yang cantik bernama Elizabeth, seorang sahabat bernama Henry Clerval, dan Justine Moritz, seorang pelayan yang sudah ia anggap seperti adik sendiri. Tidak ada sedikit pun cacat dalam kasih sayang di antara mereka.
Saat Frankenstein akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Ingolstadt, hal buruk menimpa keluarganya. Elizabeth sakit berat, ibunya merawat Elizabeth dengan penuh ketekunan bahkan tanpa memedulikan kesehatan sendiri. Elizabeth akhirnya sembuh, namun justru ibunya yang akhirnya sakit, dan berujung kematian. Setelah mereka lepas dari kesedihan yang mendalam, rencana Frankenstein yang tertunda dipikirkan kembali. Sahabatnya Clerval padahal ingin sekali ikut belajar ke Ingolstadt menemaninya, namun ayah Clerval, seorang pedagang yang berpikiran dangkal tidak mengizinkannya.
Didikan orang-orang hebat di perguruan tinggi serta kegigihannya yang luar biasa membuat Frankenstein maju pesat. Ia menjadi orang nomor satu di perguruan tinggi. Lewat penelitiannya, ia bahkan menemukan sesuatu yang tak pernah berhasil ditemukan ilmuwan mana pun, yaitu memberikan kehidupan pada benda mati. Dengan penemuannya itu, ia berambisi menciptakan manusia lewat mayat-mayat manusia yang sudah mati. Karena berbagai pertimbangan, ia membuatnya dengan ukuran yang besar.
Frankenstein bekerja keras tanpa kenal lelah, bahkan tanpa sempat mengirimkan surat pada keluarganya. Akhirnya, ia berhasil. Makhluk ciptaannya hidup. Namun dengan kondisi makhluk ini yang buruk rupa dan mengerikan layaknya monster, Frankenstein justru merasa jijik. Ia kecewa dengan hasil kerja kerasnya, dan pergi ke kamar tidur untuk menenangkan pikiran. Saat Frankenstein terbangun tengah malam karena mimpi buruk, makhluk mengerikan ciptaannya sudah ada di depannya. Makhluk itu mencoba berbicara dan tersenyum. Tapi itu justru membuat Frankenstein ketakutan. Ia lari keluar apartemen.
Keesokan paginya, di stasiun kereta, ia dikejutkan dengan kedatangan sahabatnya Clerval. Clerval pergi ke Ingolstadt untuk mengetahui kondisinya yang tak pernah memberikan kabar lewat surat, juga untuk belajar sastra di perguruan tinggi. Ayahnya sudah mengizinkannya. Beruntung makhluk ciptaannya tadi sudah tidak ada di apartemennya. Tapi Frankenstein jatuh sakit karena beban batin yang ia tanggung. Clerval merawatnya hingga ia pulih kembali. Saat ia sudah pulih, kabar buruk ia terima dari surat ayahnya: adiknya William meninggal. Seseorang dengan kejam telah mencekik lehernya ketika ia sedang bermain di luar rumah. Frankenstein pun pulang ke Jenewa. Ia sampai di Jenewa pada tengah malam, tidak bisa masuk karena pintu gerbang sudah ditutup. Ia berjalan-jalan dan tanpa sengaja melihat makhluk besar ciptaannya. Saat itulah ia tahu, siapa yang membunuh adiknya.
Pagi harinya ia pulang ke rumah. Dari keluarganya, ia tahu bahwa Justine Moritz dituduh sebagai pelaku karena saat kejadian tidak ada di rumah, menujukkan sikap yang aneh, dan sebuah barang bukti yang ditemukan di pakaian yang ia pakai saat kejadian, yaitu sebuah kalung yang sebelumnya dikenakan William. Tapi Frankenstein tak bisa apa-apa. Ia tak mungkin menceritakan soal makhluk ciptaannya, tidak akan ada yang percaya, dan dirinya hanya dianggap orang gila. Justine akhirnya diberi hukuman mati. Semua penghuni rumah seperti diterpa badai kesedihan yang tidak ada habisnya. Frankenstein merasa sangat bersalah, ia sadar ialah sebenarnya penyebab kematian William dan Justine. Kemarahannya pada makhluk ciptaannya semakin menjadi.
Untuk menenangkan pikiran, ia pergi ke lembah. Di situ, ia bertemu dengan makhluk ciptaannya itu. Makhluk itu memintanya menciptakan pasangan, seorang perempuan yang sama buruk rupanya dengannya. Dengan itu ia tak akan kesepian lagi, dan berjanji tidak akan lagi muncul di hadapan manusia. Bila tidak, makhluk itu bersumpah akan membuat hidup Frankenstein menderita, sebagaimana penderitaan yang ia rasakan. Setelah perdebatan yang panjang, makhluk itu akhirnya bisa menceritakan kisahnya kepada Frankenstein.
Makhluk itu mengembara dari hutan ke hutan sambil belajar tentang makanan dan api. Ia beberapa kali menolong manusia, namun manusia justru menganggapnya monster. Ketika ia berada di perkampungan, orang-orang ketakutan dan menyerangnya. Saat musim dingin, ia menemukan sebuah kandang kosong yang menempel di sebuah rumah. Di situlah ia tinggal tanpa diketahui penghuni rumah. Penghuni rumah adalah orang-orang yang baik, ia mengetahui itu dari pengintaiannya melalui sebuah lubang. Dari pengintaiannya itu pula, ia belajar berbahasa dan belajar tentang kebajikan. Pelajarannya akan bahasa semakin mudah ketika keluarga itu kedatangan seorang perempuan Turki cantik yang pernah mereka tolong dan tinggal di rumah itu. Felix, pemuda penghuni rumah itu yang juga kekasih si perempuan Turki, mengajarkan perempuan Turki itu bahasa para penghuni rumah.
Ia sebenarnya sangat ingin menunjukkan diri kepada para penghuni rumah dan berbagi persahabatan serta kebaikan, namun ia masih tak berani mengingat rupanya yang buruk. Ia harus lebih banyak belajar lagi, agar saat menampakkan diri nanti para penghuni rumah akan memercayainya dan tidak memedulikan rupanya yang mengerikan. Maka ia pun hanya bisa memberikan kebaikan lewat jalan mengumpulkan kayu bakar saat malam hari sambil mencari makan di hutan. Kayu bakar itu ia tumpuk di depan rumah dan penghuni rumah hanya bisa menganggap itu sebuah keajaiban. Felix tidak lagi harus repot-repot mencari kayu bakar. Atau menyekop tumpukan salju di muka rumah. Suatu malam ia menemukan tas berisi beberapa pakaian dan tiga buah buku. Ia membawanya dan mempelajari isi buku itu.
Kemudian tibalah waktunya ia menunjukkan dirinya pada penghuni rumah untuk memulai persahabatan dan saling berbagi kebaikan. Tetapi, sesuatu yang selama ini ia takutkan terjadi. Para penghuni rumah langsung menjerit ketakutan dan Felix menyerangnya. Ia pun lari. Sejak itu, ia benci dengan manusia.
Kini ia benar-benar kesepian. Tujuannya kemudian adalah mencari penciptanya. Ia mendapat petunjuk lewat kertas catatan penciptanya di baju yang ia bawa dari apartemen tempat pertama ia hidup. Ia pergi ke Jenewa, membunuh William saat ia tahu William adalah keluarga Frankenstein, serta dengan cerdas memasukkan kalung yang dipakai William ke pakaian seorang gadis yang berteduh di sebuah kandang yang saat itu sedang tidur.
Karena takut kehilangan keluarganya, Frankenstein akhirnya menyetujui perjanjiannya dengan makhluk itu. Ia membuat alasan agar diperbolehkan ke Inggris, di sana ia akan menciptakan lagi seorang makhluk mengerikan meski dengan sangat terpaksa. Ia juga berjanji pada ayahnya akan menikah dengan Elizabeth sekembalinya nanti. Clerval ikut bersamanya. Frankenstein kemudian meminta Clerval agar berpisah sehingga ia bisa melakukan pekerjaannya tanpa diketahui siapa pun. Frankenstein pergi ke sebuah pulau terpencil dan mulai menciptakan satu lagi makhluk mengerikan. Tapi saat pekerjaannya hampir selesai, ia berubah pikiran. Menurutnya, satu orang makhluk saja sudah banyak menimbulkan kejahatan, apalagi jika nanti ada dua. Ia pun menghancurkan makhluk yang belum selesai itu. Si monster yang terus mengintai dan mengikutinya secara sembunyi-sembunyi marah besar. Mereka kembali terlibat perdebatan sengit. Makhluk itu bersumpah akan datang saat malam pernikahan Frankenstein nanti kemudian ia pergi.
Beberapa hari kemudian Frankenstein berlayar untuk pulang. Tanpa kompas, angin membawa perahunya ke sebuah daratan yang tidak ia kenali. Tapi orang-orang di pulau itu membencinya tanpa ia tahu kenapa. Ternyata, ia menjadi tersangka tindak pembunuhan di pulau itu. Ia dibawa ke hakim setempat. Saat hakim itu menyuruhnya melihat wajah korban untuk mengetahui reaksinya, Frankenstein langsung jatuh lunglai dan pingsan. Orang yang dibunuh dengan cekikan itu ternyata Clerval, sahabatnya sendiri.
Beberapa bulan dalam tahanan, akhirnya kondisi Frankenstein membaik. Ditambah dengan kedatangan ayahnya. Di persidangan, Frankenstein diputuskan tidak bersalah karena terbukti pada saat kejadian berada di sebuah pulau.
Bersama ayahnya ia pulang ke Jenewa. Sesuai janjinya, diaturlah tanggal pernikahan dengan Elizabeth. Ia gembira karena akan menikah dengan orang yang sangat disayanginya dan sangat menyayanginya, namun juga sangat sedih. Ia tahu, malam pernikahannya nanti makhluk itu akan mendatanginya, mereka akan duel. Itulah malam penentuan, apakah dirinya atau makhluk itu yang akan menemui ajal. Tapi ia tidak goyah. Pernikahan tetap dilangsungkan, dan ia berjanji akan menceritakan rahasianya itu pada Elizabeth sehari setelah pernikahan mereka nanti. Setelah pernikahan dilangsungkan, mereka pergi ke sebuah penginapan yang berada di tepi danau. Malam itu hujan. Frankenstein belum menceritakan rahasianya pada isterinya, ia hanya bisa menyuruh Elizabeth masuk ke kamar dan ia berjaga-jaga dengan pistol di tangan. Katanya, malam ini akan terjadi sesuatu yang mengerikan.
Ia menduga akan bertemu dengan makhluk itu, tapi yang kemudian ia temukan adalah pekikan keras dari kamar tempat isterinya berada. Saat ia menghambur ke kamar, Elizabeth sudah tidak bernyawa. Ia pun jatuh pingsan. Ayahnya yang sudah renta, yang mengetahui kabar itu, tak sanggup lagi menanggung tekanan, dan kemudian meninggal.
Hari-hari Frankenstein lalu dihabiskan dengan pengejarannya terhadap makhluk yang telah merenggut nyawa orang-orang yang ia cintai itu. Sampai ke bagian utara bumi.
Di kapal Walton, dengan kondisi kesehatan yang merosot, Frankenstein menutup matanya untuk selama-lamanya tanpa sempat menunaikan hasratnya. Sebelum meninggal, ia hanya bisa meminta Walton agar membalaskan dendamnya.
Walton bertemu dengan makhluk itu ketika makhluk itu mendatangi jenazah Frankenstein. Tapi ia tidak jadi membunuhnya sebagaimana yang dipesankan Frankenstein. Makhluk itu berjanji padanya untuk bunuh diri di kutub utara dengan cara membakar diri, agar tidak ada yang menemukan tubuhnya dan memanfaatkannya untuk diteliti. Setelah itu ia melompat dan mendarat di bongkahan es, ombak membawanya menjauh lalu lenyap di kejauhan.
Nah, menurutmu, apa yang bisa dipetik dari cerita Frankenstein ini? []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar