Minggu, 19 Mei 2013

SAMA, Mana Keren...?

Kembali saya membuat film. Dan ini pertama kalinya saya memproduksi film di tahun yang sama. Bukannya sok-sok an kayak sutradara Hollywood yang memang produksi lebih dari setahun sekali, tapi memang saya ngga mau sembarangan produksi film kalo memang belum siap. Pinginnya sih film yang saya buat itu beda dari film indie yang banyak orang buat. Entah itu dari jalan cerita, logika dan teknik pembuatan. Tapi yah, namanya juga otodidak, rasanya kalo maksain idealis gitu susah juga ya? Selama ini saya cuma belajar dari film yang saya lihat dari TV luar negeri (saya langganan TV cable) supaya dapat ide yang beda daripada nonton sinetron yang tiap tahun itu ke itu aja. Di tambah referensi pembuatan dari YouTube. Itulah kedua sumber referensi saya membuat film. Begitu pula halnya waktu saya membuat film SAMA, Mana Keren...? (SMK) ini. 

Alat seadanya
Sebelumnya saya sudah dari sebelum film KOiN jilid 2 pingin buat film seperti ini. Karena saya merasa kesulitan mencari cast. Tapi saat itu saya belum tahu teknik pembuatannya, jadi saya urungkan untuk membuatnya. Tapi untunglah saya menemukan tekniknya di Youtube dan mempelajarinya sendiri. Karena memang saya bukan orang film sungguhan, makanya proses belajarnya pun makan waktu agak lama. Selain mempelajari teknik pembuatannya, saya juga harus memikirkan jalan cerita yang memang cocok dijadikan untuk film ini. Lagi-lagi saya harus membuatnya sesederhana mungkin supaya banyak yang bisa mengerti maksud dari film ini.

Awal Pemberian Judul
Jadi crew sendiri
Intinya, saya mau ngirit cast jadinya kepikiran untuk meng "clone" pemainnya. Sebenarnya beberapa hari sebelum saya membuat ini, teman saya mengajak untuk membuat profil tentang dirinya. Tapi karena (maklum kami beda visi) schedule yang sering ngga cocok, akhirnya film itu ngga pernah dimulai. Karena saat itu semangat membuat film saya sedang tinggi, jadinya saya harus on the spot merubah rencana sebelum mood saya membuat film hilang. Dan akhirnya, cukup waktu 45 menit saya berhasil membuat jalan cerita untuk film yang baru. Sebenarnya judul yang saya buat itu bertujuan untuk mengkritik orang-orang yang bisanya hanya melakukan hal yang sama. Makanya judul yang saya buat : SAMA, Mana Keren...? . Maksudnya, kenapa harus sama? apa bagusnya? Buatlah sesuatu yang beda. Makanya, saya coba sesuatu yang beda sekarang. Walaupun ngga beda banget, tapi film kayak gini masih sangat jarang. Tapi rasanya banyak yang nonton film ini cuma untuk have fun, ngga diambil hikmahnya haha. Well, mau dibilang apa lagi? 

Proses Shooting
Berduaan aja
Setelah selesai membuat script yang makan waktu seharian itu, tinggal cari cast yang cocok. Apakah saya harus pakai cast dari film Koin lagi? rasanya penonton juga akan jenuh kalau di cekokin pemain yang itu-itu lagi. Tapi saya butuh cast yang bisa memainkan beberapa karakter sekaligus. Dan saya teringat pemeran pembantu di film KOiN jilid 2. Ya, dia adalah abang saya sendiri, Angga. Kebetulan dia tinggal ngga jauh dari rumah, jadi bisa gampang di call. Setelah sedikit merayu dia untuk membantu saya dalam project film baru ini, akhirnya dia bersedia. Malah, saya juga bisa dengan leluasa menggunakan rumahnya untuk dipakai lokasi shooting. Wah, benar-benar 0 budget. Makin murah budgetnya, makin terasa keberhasilan saya dalam membuat film indie haha.

Motret juga sendiri
Liat tuh lampunya
Shooting dimulai jam 1 siang dan selesai tepat pukul 6 sore. Shooting kali ini benar-benar melelahkan, karena memang saya sengaja mengejarnya dalam 1 hari. Karena saya belum begitu pengalaman dalam membuat film clone, takutnya continuity ngga sama. Ditambah si pemain harus mondar-mandi ganti baju dan penampilan. Bukan cuma pemain aja yang sibuk, saya pun ngga kalah sibuk. Selagi pemain sibuk ganti baju, saya mempersiapkan alat, lampu, property dan komposisi object supaya enak dilihat di camera. Kami benar-benar cuma berdua untuk menggarap film ini. Bisa dibayangkan sibuknya kami saat itu?

Pegang lampu sendiri juga
Untungnya di film yang ini saya sudah terbiasa melakukan improvisasi on the spot. Selain itu saya juga sudah bisa membuat storyboard, jadinya sudah lebih matang. Tapi saya masih kurang sreg dengan gambar yang didapat, karena masih menggunakan camcorder yang sama. Tapi, saya harus akui, di film yang kali ini saya makin matang dalam membuat film.



Post Production
Setelah seharian kami berkutat di dalam rumah itu, saat itu juga saya mulai mentransfer ke laptop saya. Karena orang rumah penasaran dengan hasilnya, akhirnya saya tunjukkan hasilnya di TV. Materi masih mentah dan belum jelas jalan ceritanya. Mereka yang menontonnya sama sekali ngga mengerti saya mau buat film seperti apa. Sesekali ada pertanyaan : "Kok diulang-ulang terus sih?" haha, saya cuma bisa bilang : "Ini belum jadi, nanti aja lihat hasilnya ya, baru ngerti."


Proses editing = 5 hari
Karena kali ini bisa dibilang promotor nya berkurang, jadinya saya agak kesulitan untukmempromosikan film baru saya ini. Tapi syukurlah selain di Facebook, saya bisa promosi lewat Twitter, YouTube bahkan Kaskus. Seketika itu juga banyak yang mempertanyakan film baru ini. Apalagi saya membuat poster yang sengaja saya buat begitu supaya memancing pertanyaan banyak orang. Sepertinya film ini cukup berhasil, setidaknya masa promosi sudah menunjukkan hasilnya. Saya sengaja menuliskan "coming soon" di bawah poster karena saya juga belum tahu kapan saya bisa merampungkan film ini. Tinggal cari tanggal bagusnya. Saya buat film ini tanggal 15 November 2012, tepat di hari ulang tahun saya (ga penting). Rencananya saya mau menggunakan tanggal 12 Desember 2012 untuk premiere supaya bisa di tulis 12.12.12 tapi saya pikir terlalu lama, takutnya animonya sudah berkurang. Akhirnya saya percepat prosesnya, dan memberanikan menggunakan tanggal 2 Desember 2012. Kebetulan tanggal itu adalah hari minggu, kemungkinan banyak orang yang menonton. Untuk premiere kali ini saya mengundang para penonton melalui YouTube. Jadi dimulai tanggal 2 Desember 2012 (atau yang saya tulis 2.12.12) film SMK ini sudah bisa ditonton.

Dan, ternyata saya salah. Banyak dari mereka yang ngga nonton di hari pertama (hari Minggu). Jadinya di hari 1 cuma puluhan penonton. Melihat angka viewers yang sangat dibawah target ngga membuat saya putus harapan. Beberapa minggu sejak premiere saya terus promosikan film baru ini, dan reaksi penonton yang saya harapkan akhirnya saya dapatkan. Dalam 1 minggu sudah ada beberapa ratus views dan pertanyaan : "Ih, kok bisa gitu sih?" Yeah, that's what I mean! akhirnya ada juga yang bertanya begitu. Mulai saat itu makin banyak pertanyaan soal film itu, teknik pembuatan dan "kapan buatnya? kok ngga bilang-bilang?" haha...Surprise! 

Padahal beberapa hari sebelum shooting saya sudah membuat teaser yang sepertinya banyak yang ngga memperhatikan maksud saya. Memang sih, kadang-kadang saya suka membuat hal iseng-iseng tanpa maksud tertentu. Tapi sekalinya ada maksudnya, malah mereka ngga memperhatikan haha... Ini dia teasernya. :


Mungkin dikira cuma iseng-iseng ga penting sampai promo ini wara-wiri di FB cuma lewat aja. Penontonnya pun ngga banyak. Dan setelah selesai proses shooting, langsung malam itu juga saya buat trailernya. Tapi karena badan sudah pegal semua, akhirnya butuh 2 hari untuk selesaikan trailernya, dan jadilah seperti ini :


Mulailah sejak trailernya bertebaran di FB dan Twitter, film ini sudah mulai ada peminatnya. Tapi sepertinya penonton kita ngga suka dikasih kejutan, makanya banyak yang bertanya "Itu filmnya tertang apa sih? Kok dia kaget pas buka pintu?" Justru disitu pancingannya, tapi beberapa orang tetap kekeuh bertanya : "Itu ada apa? yang main siapa?" Pertanyaan yang susah dijawab.

Dan inilah film yang membuat orang-orang bertanya itu. Selamat menyaksikan.




Credit Title : Angga
Story, Camera, Editor, Producer, Director : Didiet Triquetra

Peralatan :
Camera : Canon Legria FS 406
Lampu : Philips
Sony Vegas Pro 11

Editing Software :

Sabtu, 18 Mei 2013

KOiN jilid 2

Poster KOiN jilid 2
Senang ya rasanya kalau hasil karya kita disukai banyak orang. Apalagi sampai dipuji sama banyak orang yang kita ngga kenal. Nah, rasa itu yang bikin saya semangat untuk buat film lagi. Tapi karena belum ada ide baru yang benar-benar fresh akhirnya saya putuskan untuk membuat sequel film Koin. Beresiko sih sebenarnya membuat film sequel. Antara berhasil atau malah gagal total. Untuk yang kali ini saya ingin lebih baik dalam pengambilan gambar dan komposisi ceritanya. Dari segi angle dan kepadatan cerita saya godok sampai dapat yang terbaik. Dari yang seri pertamanya saya cuma mengandalkan pemain dan improvisasi saya sendiri, kali ini harus lebih baik lagi sampai-sampai saya mulai membuatnya dalam storyboard. Saya lakukan hal ini karena tahu, sequel harus lebih baik dari seri pertama jadi penggarapannya haus lebih serius lagi.

Penulisan draft cerita cuma butuh +- 30 menitan saja, tapi penggodokan ceritanya butuh 2-3 hari. Kenapa harus digodok lagi? Karena saya ngga mau membuat cerita dengan durasi panjang tapi kurang berisi dan menghindari potong sana potong sini waktu editing. Jadinya hal-hal yang ngga perlu harus saya hapus dari jalan cerita. Setelah menulis dan melihat kemungkinan kesulitan dari film ini, akhirnya saya siap untuk eksekusi film ini.

Keterbatasan Pemain dan Alat
Canon FS 406
Persiapan sebelum shooting
Sepertinya masalah klasik ini masih harus menghantui saya. Dengan berbekal pemain dan alat seadanya saya harus putar otak supaya film ini tetal berjalan dengan cerita yang masuk akal. Enaknya mengangkat hal sederhana yang kita alami sehari-hari menjadikan film ini gampang diterima dan sebagai cermin buat si penontonnya. Masih dengan pemain yang sama (tapi bentuknya sudah agak beda) dan alat yang baru tapi kualitasnya masih sama dengan yang lama. Kali ini saya menggunakan kamera camcorder Canon FS 406 dengan SD card. Enaknya kali ini saya bisa langsung melihat hasilnya tanpa menunggu waktu editing, dan proses editing bisa lebih cepat karena ngga perlu proses converting dari analog ke digital. 

Lokasi pas
One and only crew
Selain pemain dan alat, kru yang membantu saya juga sangat kurang, ya...cuma 1 orang. Dan perubahan lokasi harus saya putuskan karena waktu mau pakai lokasi banyak umbul-umbul produk rokok disana. Ternyata di dekat lokasi mau diadakan lomba, jadi pesan sponsor segede gaban terpampang disana. Ga mungkin saya pakai itu, karena akan  banyak sensoran di gambar nantinya. Tapi untunglah ngga jauh dari situ ada halte yang ternyata lebih bagus posisinya. Dan kami langsung putuskan pakai lokasi itu.

Proses Yang Cepat
Harus pake handy talkie
Kami cuma membutuhkan waktu 2 hari untuk proses shootingnya. Mungkin saya sedang beruntung kali ini, karena cuaca yang sangat mendukung dan lokasi yang strategis. Di hari pertama kami shooting dari pagi (jam 9) dan mendapati halte bus yang ngga ramai, malah cenderung sepi. Benar-benar sesuai harapan. Ditambah cuaca cerah jadi bisa meyakinkan penonton kalau itu siang hari jam 14. Di lokasi halte kami cuma butuh +- 2 jam 30 menit. Kami sungguh bersenang-senang di pembuatan film ini. Kenapa di scene yang cuma butuh waktu +-3 menit ini butuh waktu begitu lama? Karena saya mau gambar dan angle sempurna, jadinya saya harus rela menyuruh talent saya berpanas-panas ria untuk sekedar mengulang adegan. Malah di
adegan berjalan di sepanjang jalan, saya harus sekali lagi tega menyuruh talent saya mengulang jalannya kalau posisinya ngga sesuai. Apalagi posisi lokasi agak jauh dari pengambilan gambar jadi kami harus menggunakan handy talkie untuk komunikasi. Tapi sekali lagi saya ingatkan, kami bersenang-senang di shooting kali ini.

Makan siang dulu yuk
Selesai shooting scene halte, kami putuskan untuk break sejenak karena sudah siang dan melanjutkan ke scene kamar. Di scene ini agak lama karena mungkin ini rumah, jadinya kami lebih banyak leha-leha nya haha. Tapi tetap namanya project harus dikerjakan dengan cepat dan serius. Sekitar 2 jam scene ini selesai. Untunglah scene ini dilakukan di dalam rumah, jadinya camcorder saya bisa merekam sambil nyolok ke listrik haha. 




Scene terakhir ada di hari ke 2 di minggu berikutnya karena talent yang lainnya harus menunggu hari libur kerjanya. Untunglah saya mendapat lokasi yang lagi-lagi strategis. Cukup melangkah beberapa meter dari rumah saya, sudah dapat lokasi tempat photocopy ini. Dan terus terang, budget terbesar cuma saya keluarkan untuk scene ini. Ya, saya harus rela membayar lokasi ini (ngga diminta sih) sebesar Rp.25.000 kepada pemilik tempat sebagai ucapan terimakasih sudah boleh mekai tempatnya. Karena si pemilik berpikir ini project sekolah, dia agak sungkan menerimananya, tapi saya sudah niat kok mau ngasih walaupun seadanya haha. Dan tanpa beban, kami selesaikan shooting di hari ke 2 ini selama 2,5 jam.

 


Post Production
Proses edit Trailer
Dan inilah proses yang cukup menyenangkan sekaligus mendebarkan selama project film. Selain harus mengedit sesuai bayangan saya, film ini juga harus di promosikan. Malam setelah shooting hari terakhir saya langsung mentransfer semua file video ke laptop dan segera membuat trailer. Promosi itu paling penting karena bisa menentukan jumlah penonton film kita nantinya. Supaya penggemar film Koin ikut terlibat, tiap jam saya posting beberapa bocoran di FB dan twitter. Ternyata cara ini berhasil membuat beberapa pembaca penasaran. Mulai dari foto waktu shooting, foto property yang dipakai, sampai potongan dialog yang di pakai di film ini.



 Jenis promo ini saya terapkan beberapa minggu sebelum premiere

Senang rasanya dapat respon positif dari teman-teman yang mendukung film ini. Hingga setelah beberapa hari kemudian saya sudah selesai membuat trailer film KOiN jilid 2, makin banyak pula yang menanyakan kapan film ini diputar dan dimana gala premiere nya? Tiba-tiba saja saya berpikir "Hah? Gala Premiere? Waduh, siapa yang mau jadi produsernya nih?" haha. Dan untunglah ada salah satu teman kami yang berkenan untuk dipakai rumahnya untuk diberantakin dipakai untuk Gala Premiere.

 
Trailer KOiN jilid 2

Undangan Gala Premiere
Format DVD juga ada hehe
Selain menyebarkan undangan di FB, saya juga memposting film ini di YouTube di hari berikutnya. Intinya Gala Premiere ya pasti orang pertama yang nonton dong. Dan dilihat dari popularitasnya, sepertinya KOIN the Movie masih menang telak dari sequelnnya. Inilah kenyataannya, saya harus terima. Memang membuat sequel itu beresiko, tapi hey, just relax, ini untuk have fun aja kan? Tapi setelah beberapa minggu film ini wara-wiri di postingan FB, banyak juga yang menanyakan "Apakah film berikutnya Koin jilid 3? atau mungkin judul baru?" Well, ini baru beberapa minggu lho, biarkan saya menikmati moment jadi sutradara-sutrada-an dulu deh, baru berpikir bikin film lagi haha. Tapi nyatanya saya ini orangnya memang gampang di semangatin. Baru ditanya begitu, walaupun sebenarnya saya masih belum mau buat film lagi, tapi ide-ide baru langsung muncul. Ah, please brain, let me relax for a while, okay?
Calling Entry Solo Film Festival 2012
Masuk di Ofiicial Fan Page Frozz
Buat  yang belum pernah nonton filmnya, sok di monggo liat filmnya disini. Tenang aja, GRATIS kok :)

 



Credit Title : Bembeng, Angga, Adhitya, Ruri
Voice Over : Angga, Shella .V

Ass. Director : Indah Prameswari
Story, Camera, Editor, Producer, Director : Didiet Triquetra

Peralatan : 
Camera : Canon Legria FS 406
Handy Talkie : Motorola
Lampu : Philips
Editing Software : Sony Vegas Pro 9

Minggu, 12 Mei 2013

Ke Solo, Ikut Asean Blogger Festival Indonesia 2013 #5: Sedikit Kisah dari Balik Istana Keraton Surakarta

kereta uap - kereta wisawa solo
Hari 5
Mengikuti Asean Blogger Festival Indonesia 2013 membuatku selalu berkenalan dengan orang baru, dan orang baru yang kukenal hari ini ialah Agustinus Wibowo, penulis buku-buku catatan perjalanan: Selimut Debu (Gramedia Pustaka Utama, 2010), Garis Batas (Gramedia Pustaka Utama, 2011), dan yang terbaru Titik Nol (Gramedia Pustaka Utama, 2013). Aku berkenalan dengannya ketika sarapan.

Usai sarapan, aku bergegas menaiki bus. Acara pagi ini ialah: naik kereta api uap. Kereta wisata yang hanya terdiri dari dua gerbong tersebut modelnya sangat klasik, entah sudah berapa tahun usianya. Dengan tut tut tut-nya, kereta antik itu berjalan membelah lautan manusia di tengah kota, di jalanan yang setiap pagi Ahad ditutup bagi kendaraan bermotor dan hanya dipenuhi penduduk yang sedang jogging, jalan kaki, bersepeda, atau naik becak.
istana keraton surakarta
Siangnya, peserta dikumpulkan di Istana Keraton Surakarta untuk acara penutupan. Di sini peserta juga bisa mengakses internet gratis dengan Wifi.Id, persembahan dari Telkom Indonesia. Dalam sambutan yang disampaikan pihak Keraton, disampaikan bahwa pemerintah Indonesia masih tidak mengerti akan pentingnya Keraton Surakarta. Aku mendapat penjelasan yang lebih detail dari pihak Keraton Surakarta yang duduk di belakangku, seorang ibu dan seorang bapak.
Mereka menjelaskan bahwa Keraton Surakarta dulunya ialah negara, dan memiliki batas-batas wilayah yang sah. Kerajaan Surakarta berjasa besar akan merdekanya bangsa Indonesia. Wilayah-wilayah kepemilikan kerajaan Surakarta digunakan untuk Negara Indonesia. Karenanya, dalam UUD 1945 Surakarta mendapat keistimewaan (Daerah Istimewa), seperti halnya Yogyakarta dan Aceh, bahkan jauh lebih layak. Namun, karena banyaknya PKI waktu itu yang menggerogoti pemerintahan Surakarta, jadilah Surakarta atau Solo menjadi kota biasa dengan walikota yang memiliki tampuk kekuasaan. Keraton Surakarta lalu hanya sekadar penjaga budaya dan adat. Seiring berjalannya waktu, dan PKI sudah musnah dari Indonesia, Surakarta tetap hanya sebagai penjaga budaya dan adat.
“Walikotanya sudah keenakan, jadi ya mana mau memperjuangkan Keraton,” terang yang ibu, menjawab keherananku.
“Padahal, di UUD 1945 jelas disebutkan bahwa Surakarta adalah daerah yang diistimewakan!” tambah yang bapak.
“Kalo Jokowi gimana?” tanya Pak Samsuni.
“Sama aja!” tegas dijawab yang ibu.
Tak cukup sampai di situ, bahwan aset-aset yang sebenarnya milik Keraton Surakarta pun diakusisi oleh Pemerintah Kota. Banyak aset yang dimiliki Keraton Surakarta: tanah, sekolah, tempat ibadah, kereta api, jalan, dan sebagainya. Tentu saja, karena sebelumnya Surakarta memang sebuah negara.
Satu tahun terakhir jauh lebih miris, dana yang diberikan pemerintah untuk gaji para abdi dalem telah dihentikan. Dana tersebut sebenarnya adalah ganti rugi, atau lebih tepatnya uang sewa, karena Indonesia memakai aset-aset milik kerajaan Surakarta.
Dalam sejarah, jelas orang Keraton tadi, Surakarta adalah kerajaan terbesar di Nusantara yang kekuasaannya tak hanya di lingkup Indonesia, tapi menyebar di seluruh dunia. Kerajaan-kerajaan di Indonesia semuanya adalah keturunan dari Kerajaan Surakarta. Semuanya punya ikatan darah dengan Surakarta.
Banyak lagi yang mereka ceritakan tentang Keraton Surakarta. Pak Samsuni mungkin akan menuliskan lebih lengkap.
Saat jamuan makan siang, aku jadi merasa tak enak. Bukan karena makanannnya, tapi lebih pada “rasa berdosa”.
***
naik andong di jalan malioboro
Sore hari, aku dan Pak Samsuni naik kereta dari Setasiun Balapan menuju Jogja. Sebelumnya barang-barang kami taruh di hotel Istana Griya 2, tak jauh dari hotel Kusuma Sahid. Kami keliling Jalan Malioboro dengan andong :)
Jam sepuluh malam, kami kembali ke Solo dengan menumpang bus. Kami naik becak dari terminal munuju hotel Istana Griya 2. Beginilah Indonesia, kawan...

Have a Good Time in Singapore (Day 3)

Foto bersama. Photo : Dudi
Dan...sampai juga di hari ke-3 yang..ah, sudahlah. Kenapa setiap hari terakhir liburan begitu menyedihkan? Apa karena besoknya kita kembali ke kehidupan normal ya? haha. Tapi bukan backpacker namanya kalo ngga memanfaatkan setiap waktunya untuk terus jalan-jalan. Di beberapa jam terakhir sebelum pulang ke Jakarta pun kami masih sibuk jalan. Tapi ternyata salah satu teman saya bernama Gori (bukan nama sebenarnya) masih punya cuti beberapa hari lagi yang dia manfaatkan untuk lanjut ke Kuala Lumpur keesokan harinya. Dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan terakhir bertemu dengan teman-teman baru saya ini, kami sempatkan berfoto bersama di depan hostel ditambah ncik respsionis. Untungnya tanpa dipaksa dia langsung mau berfoto bersama kami.

Jalan Pagi Di Mustafa Centre
Luarnya Mustafa Centre. Photo : Gori
Kenapa Mustafa Centre yang kami pilih? karena kami cek out masih kepagian (masih jam 8.30) jadi banyak tempat yang belum buka. Saya ingat Mustafa Centre buka 24 jam. Sebenarnya sih semalamnya kami mau kesana, tapi apalah daya kaki ngga mengijinkan. Dan begitu keluar MRT Ferrer Park kami ngga kesulitan mencarinya. Cukup ikuti jalan, dan jreng-jreng.. Ternyata begini aja? Masih lebih seru di Pagoda Street atau bahkan Bugis Street. Ngga sampai masuk ke dalam, akhirnya kami putuskan balik badan dan pindah tempat berikutnya.

Merlion Park, Floating Stadium & Marina Bay Sands
Ga ada tripod, backpack pun jadi.
Padahal masih pagi (jam 9an) kok ya tempat ini masih rame aja? Mencoba menjadi turis juga (loh, memang turis kan?) kami pun berfoto disana, walaupun beberapa kali malah kami yang diminta memotret (mungkin karena kami kemana-mana menenteng DSLR). Ga apa lah, malah seru bergaul sama turis lain yang kebanyakan (sepertinya) dari Taiwan dan Jepang. Bukannya di negara mereka lebih bagus daripada ini ya? kalo kami kan pantas, di Jakarta ga ada yang kayak gini haha.

Masih pagi udah rame aja
Setelah puas dan sudah ngga dibutuhkan lagi (haha) disana kami lanjutkan perjalanan lewat pinggir Esplanade untuk menyeberang ke Marina Bay Sands lewat jembatan Helix. Tapi ternyata sepanjang jalan banyak menemukan sesuatu yang ga kalah bagusnya. Salah satunya Floating Football Stadium, lapangan bola terapung di pinggir Esplanade. Karena tribunnya ditutup untuk umum jadinya kami cuma jalan di depannya aja. Lanjut sedikit lagi kami menemukan Helix Bridge. Tapi sebelum berbelok ke jembatan Helix mata saya tertuju ke salah satu attraction terbaik di negeri singa ini, Singapore Flyer. Celaan orang kere (backpacker kere) keluar begitu kami melihat harganya. Apa? S$33? itu biaya hidup kami (hostel & makan) di sini 1 hari penuh. Dan dengan harus senang hati kami berfoto-foto dibawahnya. 

Setelah agak kecewa tapi puas, kami balik badan dan lanjutkan perjalanan menuju Marina Bay Sands lewat Helix Bridge. Ngga tau kenapa, hampir semua fasilitas umum yang ada di negeri ini kok nyaman banget ya dipakenya? padahal cuma jembatan. Sepanjang jembatan juga bisa lihat-lihat sungai dan bangunan disekitarnya, ditambah arsitekrutnya yang unik. Ngiri banget deh sama negeri tetangga yang 1 ini.

Jalan-jalan naik perahu
Sampai di Marina Bay Sands, saya teringat ada 1 hal lagi yang perlu dicoba : Singapore River Cruise. Kebetulan dekat di depan Art Museum ada loketnya. Melihat ke sekeliling loketnya, kok ngga ada harganya? Begitu tanya sama mas-mas nya : "How much for the ticket?" Dengan santai (sambil makan mie rebus) "S$19.90 sir. How many tickets?" Eh buset, 20 dolar? tanya dulu deh sama yang lain. Ternyata yang lain mau juga, ya udah deh saya mau juga, toh budget buat belanja nanti masih ada. Kami pun dengan agak berat tapi penasaran membayar $20 dan kembali 10 cents.

Diluar hujan :'(
Dan perjalanan +-40 menit ini menjadikan tiket termahal di hari terakhir. Awalnya seru, tapi begitu langit berubah jadi gelap, jadi ngga seru lagi. Kami yang dari awal berasik-asik di bagian outdoor perahu harus masuk ke dalam perahu supaya ngga kebasahan. Dan pada saat melewati Merlion Park saya pernah bilang "Kapan sepinya tempat itu?" ternyata barulah sekarang terlihat tempat itu sepi, akhirnya... haha. Hujan yang cukup deras itu berlanjut hingga kami sampai ke shelter semula. Dengan cepat kami membungkus backpack kami, dan menyelamatkan semua barang elektronik. Setelah sampai shelter, saya kira akan diantar sampai atas, ternyata cuma sampai shelter aja, wah...rugi dong S$19,90 ngga di payungin sampe atas (ga mau rugi). Dengan baju agak basah kami masuk ke Marina Bay Sands dan ngadem sebentar di mall keren ini.

Melirik ke jam tangan sudah jam 11, waktunya belanja nih kalo ngga mau buru-buru ke airport jam 15 nanti. Kami turun ke basement untuk cari MRT dan langsung menuju Orchard Road.

Belanja di Orchard Road
Gayanya sih mau belanja, tapi tetap aja yang di cari 5 for 10 haha. Setelah mondar-mandir ke beberapa toko membandingkan harga dan barang yang didapat dengan modal 10 dolaran, sepertinya kami salah pilih tempat. Tahu seperti ini kami belanja di Pagoda atau Bugis saja. Tapi sudah kepalang, kalo pun kami kembali ke Pagoda sudah kesiangan. Alhasil kami cuma beli beberapa souvenir dan coklat (lagi) di Lucky Plaza. Serasa sudah cukup penuh isi tas, kami langsung ngacir ke MRT untuk segera pergi ke Airport Changi. Flight kami memang pukul 17.00, tapi sebaiknya 2 jam kami sudah sampai sana karena rencananya mau nyobain alat pijat kaki haha.

Pulang ke Jakarta
Naik MRT terakhir di SG tahun ini
Tapi ternyata perhitungan saya agaknya salah. Dari Orchard pukul 13.30 ternyata ngga cukup untuk mendapatkan semua rencana itu. Ditambah accident kecil waktu di MRT Orchard. Pada saat mau masuk kereta, saya sudah ragu untuk masuk akrena tempatnya full. Tapi kedua teman saya sudah menyelusup ke dalam. Karena saya bertanggung jawab atas kedua teman saya, akhirnya saya paksakan masuk. Tapi sepertinya memang sudah ngga ada tempat lagi atau memang ngga ada yang mau kasih tempat. Tanpa bunyi "beep beep" terlebih dahulu pintu kereta tertutup disaat saya masih di pintu. Karena panik saya langsung mundur keluar pintu dan hampir terjepit. Pintu kereta MRT ngga seperti pintu lift yang akan terbuka lagi kalau ada sesuatu yang menghalangi. Masih deg-degan (dan bersyukur saya ngga kenapa-napa) saya perlahan mundur dari pintu. Ada petugas yang menanyakan keadaan saya : "Are you OK, sir?" Masih sedikit shock dan agak marah saya bilang "I'm OK, but the door was closed without warning. What happened?" Ngga menjawab, mbak-mbak petugasnya cuma senyum-senyum ga jelas. Tapi saya baru ngeh, kok tumben-tumbenan disini ada petugasnya? apa karena memang dari tadi sistemnya lagi error? Ya sudahlah, sekali-sekali marahin petugas negeri orang haha.

Check in Air Asia
Changi Terminal 3
Setelah datang kereta lainnya, saya langsung masuk ke dalam dan masih agak trauma sama pintunya haha. Sampai di terminal transit, ternyata kedua teman saya dengan sabar menunggu saya. Wah, saya jadi terharu (lebay) saya pikir sudah ditinggal sampai Changi. Ternyata si Gori (yang besok masih mau ke KL) berniat pamitan dengan kami. Buaknnya terbalik ya? haha. Setelah berbincang sebentar akhinrnya kami berpisah. Perjalanan ke Changi yang memakan waktu +- 40 menit dan melewati beberapa pintu, antri check in tiket, dan imigrasi membuat waktu yang tersisa tinggal 30 menit lagi sebelum panggilan. Wah, kami belum makan dan teman saya cuma
Mau pamer coklatnya :P
sempat mencoba mesin pijit untuk 5 menit saja. Lumayan lah, di Jakarta 15 menit bayar 5 ribu haha.

Iseng-iseng motret ini
Setelah menunggu pesawat +- 30 menit ditambah delay 20 menit akhirnya kami naik pesawat dan pulang ke Jakarta. Ada kejadian yang kurang mengenakkan di pesawat. Teman sebangku saya adalah seorang bule cewe. Tadinya di mau ajak ngobrok sepanjang jalan, karena saya tahu orang bule biasanya lebih open mind dan bersahabat, ternyata saya salah lagi, Boro-boro bersahabat, ngomongnya aja judes gitu, ah sudahlah. Jadinya sepanjang jalan saya motret-motret sendiri sambil denger lagu di  iPod tanpa menengok ke arah cewe bule itu.

Dan setelah 1 jam 40 menit sampai di Jakarta. Suasana lembab dan sumpek langsung berasa walaupun sudah masuk ke bandara. Saya dan teman saya pun saling pamitan dan menuju keluar. Teman saya (Dudi) naik bus, dan saya mengantri taksi karena sudah kelelahan. Lupakan dulu kamus backpacker yang anti taksi karena saya sudah pingin cepat-cepat pulang. Tapi apa mau dikata, setelah berlama-lama menunggu taksi, ternyata harus membayar lebih mahal karena jalan di Jakarta banyak yang tertutup banjir. Ditambah saya harus lanjutkan berjalan lagi karena taksi sudah tidak bisa lewat lagi dan meminta orang rumah menjemput saya. We-O-we..WOW, sungguh pengalaman liburan yang fantastis. Bukan begitu?

Biar lebih seru, lihat video perjalanan kami di hari 3 yuk : 


Dan berikut sedikit bocoran perkiraan budget yang saya keluarkan di Trip kali ini :

Hari 1 :
1. Airport Tax : Rp.150.000
2. Hostel (2 malam) : $24 x 2 hari = $48
3. Makan+minum (2 kali) : $5 x 2 = $10
4. Isi ulang EZ link Card : $10

Total Hari 1 : S$68 x Rp.8.750 (kurs saat itu) + Rp.150.000 = Rp.745.000

Hari 2 :
1. Makan + minum : $5.80 + $5 = $10.80
2. Tiket Science Centre : $17
3. Isi ulang EZ link Card : $10

Total hari 2 : $37,80 = Rp.330.750

Hari 3 :
1. Singapore River Cruise : $19,90

Total Hari 3 : $19,90 = Rp. 174.000

Total Keseluruhan : Rp.1.249.750
Budget belum termasuk belanja coklat, souvenir dan jajanan yang beberapa kali pakai kartu EZ link.

Semoga tulisan ini berguna untuk yang baru atau ingin mencoba ke Singapore lagi.