Hari IV (Rabu, 23 April 2014)
Setengah delapan pagi, kami telah siap meneruskan perjalanan pulang. Ayah Lutfi katanya akan ke Banjarmasin hari ini, maka kami harus bergegas. Kami pamit dengan keluarga Tri dan beberapa karyawan Klinik Alfi Azhar, lalu melaju dengan motor yang sangat kotor.
Dekat terminal Batulicin, kami berhenti untuk sarapan ketupat Kandangan. Kami juga berhenti di daerah Pagatan untuk mencuci motor. Saat itu Pantai Pagatan sedang ramai oleh acara Pesta Pantai yang tengah berlangsung selama satu pekan. Tapi kami tak mampir, karena memang tak perlu, dan sekali lagi, kami harus bergegas.
Begitu sampai di daerah Angsana, saat itulah Tri menawarkan sebuah ide gila.
"Mau mampir ke Pantai Angsana?" katanya, dan itu hanya bercanda.
Akan tetapi Lutfi menanggapinya dengan serius. "Ayo ayo... Ayahku katanya tidak jadi ke Banjarmasin."
Mendengar itu, kami terdiam sejenak, dan langsung mengumpat Lutfi. Tahu begitu, mending berlama-lama di Teluk Tamiang!
"Tahu begitu kita tadi singgah di Pantai Pagatan!" timpal Tri.
Kami pun berbelok menuju Pantai Angsana. Aku sebenarnya tidak terlalu setuju, Pantai Angsana biasa saja, yang menarik hanyalah terumbu karangnya, namun kami tak mungkin menyewa kapal untuk snorkeling mengingat keuangan kami yang sudah sangat tipis. Singgah ke sini hanya akan membuang-buang waktu. Tepat pukul 10.50 kami tiba di pantai tersebut dan beristirahat sejenak di sana.
Pantai Angsana |
Ide gila ini membuat ide-ide gila lain juga bermunculan. "Habis ini kita singgah lagi di Batakan, terus Takisung...." Entah siapa yang mengatakan itu pertama kali.
Kupikir itu hanya bercanda, namun ketika kami melanjutkan perjalanan pulang dan sudah di Kota Pelaihari, Tri mengingatkan lagi ide gila itu. "Kita ke Pantai Batakan, gimana?"
Dan budak jajahan kamera yang satu, si Lutfi, langsung menyetujui.
Kali ini aku benar-benar tidak setuju. Tenaga kami sudah terkuras habis, dan waktu selama ke Pantai Batakan dan kembali lagi ke Pelaihari sama saja dengan waktu sampai ke Banjarmasin. Selain itu tidak ada yang menarik dari Pantai Batakan. Benar-benar pantai yang tidak direkomendasikan. Tapi karena kata Tri dia belum pernah ke sana, sedangkan Lutfi sudah lama sekali tidak ke sana, aku hanya bisa tunduk pada sang sopir. Kupikir biarlah, toh mereka akan menyesal juga nantinya.
Saat itu sudah sore, mengejar foto sunset di Pantai Batakan adalah targetnya. Dan saat kami akhirnya tiba di Pantai Batakan, sunset hanya tinggal beberapa menit.
Sunset di Pantai Batakan |
Tak lebih dari 5 foto yang bisa diambil sebelum matahari lenyap. Pemandangan yang tersisa kemudian hanyalah langit yang memerah, dan bentangan sampah di sepanjang pantai. Sekali lagi, ini bukan pantai yang direkomendasikan...
Tri, Lutfi, dan Rofik hanya bisa mengeluhkan sampah yang memenuhi pantai tersebut, sementara aku tersenyum. "Apa kubilang...."
Seorang ibu pemilik penginapan menawarkan kami penginapan, tawaran itu segera kami tolak. Memangnya siapa yang mau menginap di pantai penuh sampah begini?
Tak begitu lama, kami melanjutkan perjalanan pulang.
"Habis ini kita ke Takisung?" celetuk seseorang. Beruntung, kali ini hanya bercanda dan tidak ada yang menanggapinya dengan serius.
Pukul setengah sepuluh malam barulah kami tiba di Banjarmasin.
Besoknya, Tri tak bisa ke kampus, sakit. Sampai tulisan ini dibuat, sepertinya ia masih meringkuk di kamarnya. Lutfi juga tak terlihat batang hidungnya di kampus, entah kenapa.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar